Jumat, 10 Juni 2016

Tradisi Jamasan Gong Kyai Prada di Daerah Blitar (makalah)

C:\Users\user\Pictures\Universitas_Jember.jpg

Tradisi Jamasan Gong Kyai Prada di Daerah Blitar


Makalah
Diajukan guna memenuhi tugas Pengantar Antroplogi

oleh:
Nadya Septiana Putri 140910201047





ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kita pungkiri bahwa kebudayaan daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan kebudayaan nasional. Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan daerah akan sangat berpengaruh terhadap budaya nasional, begitu pula sebaliknya kebudayaan nasional yang bersumber dari kebudayaan daerah, akan sangat berpebgaruh pula terhadap kebudayaan daerah/kebudayaan lokal. Kebudayaan merupakan suatau kekayaan yang sangat bernilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Dalam makalah ini tema yang di ambil tentang tradisi budaya, alasan diangkatnya tema tersebut salah satunya agar para pembaca makalah ini bisa mengetahui nilai-nilai tradisi budaya yang terkandung, khususnya Tradisi Jamasan Gong Kyiai Pradah di Desa Kawedanan Lodoyo yang terletak di Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Secara umum gambaran Kabupaten Blitar adalah kabupaten yang latar belakang penduduknya adalah petani, peternak, dan perkebunan, termasuk di Desa Kawedanan Lodoyo Kecamatan Sutojayan.Berdasarkan ciri-ciri masyarakat desa pada umumnya warga kota Blitar cenderung termasuk masyarakat pedesaan. Dimana masyarakat Kota Blitar mempunyai Homogenitas serta gotong royong yang sangat tinggi dan juga mempunyai ikatan sosial yang kuat. Agama yang dianut oleh hampir seluruh penduduk Kabupaten Blitar khususnya Desa Kawedanan Lodoyo Kecamatan Sutojayan adalah agama Islam,sedangkan agama lainnya yang dianut oleh sebagian kecil pendudukan kabupaten ini antara lain, Protestan,Katolik,Hindu Dan Budha. Dari segi kebudayaan masyarakat Blitar termasuk bagian dari Jawa Mataram atau masyarakat jawa yang memiliki produk kebudayaan tidak jauh berbeda dari komunitas Jawa yang tinggal di Surakarta dan Yogyakarta. Masyarakat Jawa Mataram mempunyai pola kehidupan-kehidupan sebagaimana pola kehidupan orang Jawa.     
Dalam makalah kami ini akan membahas pula perkembangan dari tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah, menganalisa perkembangan tradisi tersebut dari perubahan zaman.


1.2 Rumusan Masalah
  1. Bagaimana sejarah Tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah ?
  2. Bagaimana proses pelaksanaan upacara Jamasan Gong Kyai Pradah ?
  3. Bagaimana proses tradisi zaman Gong Kyai Pradah dapat bertahan sampai sekarang ?


    1. Tujuan
  1. Mengetahui sejarah Tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah.
  2. Mengetahui proses pelakanaan Jamasan Gong Kyai Pradah.
  3. Mengetahui proses tradisi zaman Gong Kyai Pradah dapat bertahan sampai sekarang.


    1. Manfaat
      1. Bagi penulis dan pembaca mengetahui lebih dalam apa itu tradisi kebudayaan Jamasan Gong Kyai Pradah di Blitar.
      2. Agar tradisi tersebut dapat dikenal masyarakat secara luas.
      3. Menambah pengetahuan akan hal budaya di masyarakat Blitar khususnya tradisi jamasan Gong Kyai Pradah di Blitar.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Antropologi
Istilah “antropologi” berasal dari bahasa Yunani asal kata “anthropos” yang berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu”, dengan demikian secara harfiah “antropologi” berarti ilmu tentang manusia. Para ahli antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi merupakan studi tentang umat manusia yang berusaha menyusun genegralisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap tentang keanekaragaman manusia (Haviland, 1999: 7; Koentjaningrat, 1987: 1-2).
    1. Aliran dalam antropologi
  1. Aliran evolusi
Aliran ini Berkembang pada abad 19 dan tokoh-tokoh yang mendukung adanya aliran ini yaitu,Camper dan Linneus serta dipertegas oleh Charles Darwin dengan The Origin Of Spesies. Selain Itu ada Lewis Henry Morgan di dalam bukunya Ancient Society. Menurut Henry Morgan Ada 3 Tahap Perkembangan Kebudayaan Manusia :
  1. Tahap Keliaran ( Savagery ) dengan ciri-ciri perkembangan dari tahap terendah masyrakat dengan orang makan buah-buahan. Tahap menengah masyrakat yang sudah mampu menangkap ikan dan mengenal api , dan  tahap tertinggi sudah menemukan anak panah dan busur panah.
  2. Tahap Kebiadaban ( barbarism ) dengan ciri-ciri perkembangan dari tahap terendah masyrakat sudah mampu membuat tembikar,  tahap menengah masyrakat yang sudah mampu menjinakkan binatang, bertani pengairan sederhana , dan tahap tertinggi manusia sudah mampu belajar untuk menempa besi .
  3. Tahap Peradaban : Masyarakat sudah menetap sudah mengenal baca tulis dan perkawinan
  4. Tahapan perkawinan dalam masa ini :
  1. Promiscuitet ( Campur aduk ). Belum mengenal ikatan perkawinan, belum mengenal aturan-aturan hubungan seks, sehingga struktur keluarga belum ada.
  2. Perkawinan Kelompok. Sudah mengenal perkawinan antara kelompok laki-laki bersaudara kawin dengan wankelompok wanita bersaudara.
  3. Tahap pelarangan perkawinan laki-laki dengan saudara perempuan .
  4. Tahap hubungan laki-laki dengan pasangan yang tidak ketat namun sudah ada peran wanita yang harus tinggal dirumah.
  5. Tahap perkembangan keluarga dengan peran suami menonjol sehingga laki-laki boleh beristri lebih dari satu.
  6. Tahap peradaban
  1. Aliran Determinisme Geografis
Aliran yang menekankan bahwa kesatuan keanekaragaman kebudayaan ditentukan oleh lingkungan geografis.
  1. Aliran Difusionisme
  1. Aliran Jerman-austria ( Leo Fabreneus & ratzel, Fritz Grabiur, Pater Wilhelm Schmidt). Perkembangan Kebudayaan tidak selalu melalui proses evolusi karena faktor difusi.
  2. Aliran Difusionisme di Inggris Oleh G. Elliiot Smith, William J. Perry. Kebudayaan pada tahap tertinggi dari peradaban dikembangkan dari Mesir dan menyebar keseluruh dunia karena kontak orang luar dengan orang mesir.
  1. Aliran Fungsionalisme (oleh Mallinowski )
Semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyrakat dimana unsur berada pola kelakuan yang sudah jelas, kebiasaan sikap dan kepercayaan masyrakat untuk memenuhi fungsi mendasar dalam kebudayaan. Fungsi unsur kebudayaan ditentukan oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia . Kebudayaan sebagai suatu kebulatan yang mempunyai fungsi, sehiingga tugas ilmu kebudayaan adalah mempelajari fungsi kebudayaan. (Radegliffe Brown).
  1. Aliran Strukturalisme Perancis
Merupakan analisa kebudayaan Levi Straus.  Kebudayaan manusia seperti yang dinyatakan dalam kesenian, pola kehidupan sehari-hari dan upcara-upacara sebagai perwakilan lahiriah dari struktur pemikiran manusia.Di tambahkan oleh Durkheim bahwa manusia tidak ada artinya tanpa masyrakat karena ide berasal dari masyrakat sehingga kebudayaan lahir dari pemahaman manusia terhadap masyarakat
  1. Aliran Ekologi Kebudayaan
Aliran yang menganalisa kebudayaan dengan melihat hubungan kebudayaan dengan alam lingkungannya ( Julian Steward ). Jadi lingkungan baik fisik maupun sosial berpengaruh terhadap kebudayaan.
  1. Aliran Leiden
Aliran ini menekakankan bahwa organisasi masyarakat erat hubungannya dengan kekerabatan dan perkawinan dalam masyarakt sering terbagi dalam bagian yang berlawanan dan salaing melengkapi
  1. Aliran Psikologi dalam antropologi
Aliran yang menghubungkan Kebudayaan dengan kepribadian. Pengenalan masa kanak-kanak mempengaruhi terhadap kepribadian masa dewasa.
Hubungan kebudayaan dengan antropologi


Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa dari masyarakat. Kebudayaan yaitu seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan,serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.



BAB 3. PEMBAHASAN

    1. Sejarah Jamasan Gong  Kyai Pradah
Konon pada saat penobatan tahta Kerajaan Kartasura Sri Susuhunan Pakubuwono I, beliau mempunyai saudara dari selir ayahnya bernama Pangeran Prabu. Ketika Sri Susuhunan Pabubuwono I dinobatkan sebagai raja, Pangeran Prabu merasa sakit hati dan ia berniat membunuh Sri Susuhunan Pabubuwono I, namun upayanya ketahuan, maka sebagai hukuman atas kesalahannya itu Pangeran Prabu ditugasi menebang kayu di hutan Lodoyo. Ketika itu hutan Lodoyo dikenal sangat wingit (angker) dan banyak dihuni binatang buas. Karena Pangeran Prabu merasa salah, untuk menebus kesalahannya beliau berangkat ke hutan Lodoyo dan diikuti istrinya Putri Wandansari dan abdinya Ki Amat Tariman dengan membawa pusaka bendhe yang diberi nama Kyai Bicak, yang akan digunakan sebagai tumbal ‘penolak bala’ di hutan Lodoyo.
Kemegahan istana ditinggalkan mereka keluar masuk hutan, naik turun gunung, menyusuri lembah ngarai hingga akhirnya tiba di kawasan Lodoyo yang masih merupakan hutan belantara yang sangat angker. Pengembaraan jauh itu mereka lakukan dengan penuh ketabahan, karena mereka percaya tidak akan menghadapi marabahaya selama mereka membawa pusaka bendhe Kyai Bicak. Sementara untuk menenangkan hati, Pangeran Prabu melakukan nepi (menyendiri) di hutan Lodoyo dan bendhe Kyai Bicak dan abdi setianya Ki Amat Tariman dititipkan kepada Nyi Rondho Patrasuta, beliau meninggalkan pesan bahwa setiap tanggal 12 Mulud dan tanggal 1 Sawal supaya bendhe tersebut disucikan dengan cara disirami atau dijamasi air bunga setaman dan air bekas jamasan tersebut bisa untuk mengobati orang sakit dan sebagai sarana ketentraman hidup.
Pada suatu ketika Ki Amat Tariman sangat rindu kepada Pangeran Prabu ia kemudian berjalan-jalan di hutan, tetapi ia tersesat dan kebingungan, karena bingungnya Ki Amat Tariman memukul bendhe Kyai Bicak 7 kali, suara Kyai Bicak menimbulkan keajaiban ketika itu yang datang bukan rombongan Pangeran Prabu tetapi harimau besar-besar dan anehnya mereka tidak menyerang atau mengganggu tetapi justru menjaga keberadaan Ki Amat Tariman, dan sejak itu bendhe Kyai Bicak diberi nama Gong Kyai Pradah yang artinya harimau.
Upacara adat Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah merupakan salah satu bentuk budaya lokal di Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Tradisi ini sampai sekarang masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya, yaitu setahun dua kali di Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Hal ini karena masyarakat pendukungnya percaya bahwa tradisi ini masih bermanfaat dalam kehidupannya.
Pelaksanaan upacara adat siraman pusaka tersebut merupakan bentuk pemeliharaan secara tradisional benda peninggalan nenek moyang yang berupa Gong bernama Kyai Pradah, sehingga dengan pemeliharaan ini pusaka Gong Kyai Pradah akan tetap lestari.
Tradisi Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah dapat menambah rasa persatuan dan kegotongroyongan antar warga Lodoyo. Selain itu pelaksanaan tradisi tersebut juga dapat menambah pendapatan masyarakat setempat. Kegiatan ini menjadi salah satu aset wisata budaya di Lodoyo khususnya dan di Kabupaten Blitar pada umumnya.
Upacara adat siraman pusaka Gong Kyai Pradah banyak mengandung nilai-nilai budaya luhur warisan nenek moyang, oleh karena itu sebaiknya tradisi tersebut tetap dilestarikan dan diinternalisasikan kepada generasi muda supaya mereka tidak lepas dari akar budayanya.
Waktu pelaksanaan tradisi siraman pusaka Gong Kyai Pradah setahun dua kali, berdasarkan perhitungan kalender Jawa yaitu setiap tanggal 12 Mulud dan tanggal 1 Sawal. Penentuan tanggal pelaksanaan tersebut berdasarkan pesan dari Pangeran Prabu yang diwariskan secara turun-temurun kepada generasi penerusnya.
Saat ini untuk menarik perhatian masyarakat dan tetap dapat mempertahankan serta melestarikan, sebelum dan sesudah tradisi tersebut dalam beberapa waktu diadakan pasar malam disekitar pemandian tersebut.
    1. Proses upacara Jamasan Gong  kyai Pradah
Prosesi Siraman Gong Kyai Pradah atau Siraman Mbah Pradah adalah upacara tradisional yang masih dilestarikan oleh masyarakat Eks Kawedanan Lodoyo (Kecamatan Sutojayan dan sekitarnya). Prosesi ini diadakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal di Alun-alun Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Prosesi ini dipimpin oleh Bupati Blitar beserta tokoh-tokoh terkemuka di Lodoyo dan disaksikan oleh pengunjung baik dari dalam maupun luar Blitar.
Prosesi Siraman Gong Kyai Pradah merupakan upacara memandikan Bende/Gong Kyai Pradah yang dikeramatkan masyarakat Lodoyo. Berdasarkan mitos yang berkembang, Gong Kyai Macan (sekarang Gong Kyai Pradah) dipercaya dibuat oleh Sunan Rawu sebagai kembaran Kyai Becak, pusaka R.M. Said atau Pangeran Mangkunegoro I dari Kartosuro. Gong ini sampai di Lodoyo setelah melalui perjalanan panjang bersama Pangeran Prabu untuk memenuhi titah Sunan Paku Buwono I (Raja Mataram Islam). Alkisah Sunan Paku Buwono I mempunyai seorang putra bernama Pangeran Prabu dari istri selir. Sewaktu permaisuri raja belum berputra, Pangeran Prabu dijanjikan akan diangkat menjadi penggantinya. Namun, ternyata permaisuri raja melahirkan seorang putra laki-laki. Agar tidak menimbulkan perang saudara, Pangeran Prabu diutus ke hutan Lodoyo untuk babad mendirikan kerajaan. Saat itu, hutan Lodoyo terkenal angker, maka Pangeran Prabu diberi gong Kyai Macan sebagai tumbal. Pangeran Prabu bersama-sarna istrinya, Putri Wandansari, kemudian berangkat babad disertai beberapa abdi. Sebenarnya titah Sunan Paku Buwono I hanyalah cara untuk menyingkirkan Pangeran Prabu. Pangeran Prabu dapat menangkap maksud Sunan Paku Buwono I terhadap dirinya, sehingga untuk menghilangkan jejak, ia berpindah-pindah tempat tinggal. Karena tempat tinggalnya berpindah-pindah, Kyai Macan kemudian dititipkan pada Nyi Partosoeto dengan pesan agar setiap tanggal 12 Rabiul Awal dan 1 Syawal disiram dengan air kembang setaman dan diborehi. Siraman tersebut dimaksudkan sebagai sarana memohon berkah dari kekuatan magis yang ada di dalam Gong Kyai Pradah. Air bekas Siraman Gong Kyai Pradah dipercaya dapat membuat awet muda dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Untuk masa sekarang prosesi siraman lebih dimaksudkan sebagai usaha pelestarian budaya.
Prosesi Siraman Gong Kyai Pradah terdiri dari serangkaian acara yang panjang yaitu sejak sehari sebelum ritual siraman, hingga seluruh ritual usai dilakukan, namun acara yang ditunggu-tunggu pengunjung adalah saat prosesi siraman. Sebelum siraman dilaksanakan, Camat Sutojayan, juru kunci Gong Kyai Pradah beserta rombongan mengarak Gong Kyai Pradah dari sanggar penyimpanan menuju halaman Pendopo Alun-alun Lodoyo. Setelah arak-arakan sampai di depan pendopo, Bupati Blitar yang telah menunggu di depan pendopo masuk ke dalam barisan arak-arakan untuk menuju panggung siraman di tengah alun-alun.
Sesampainya di panggung siraman, Gong Kyai Pradah digantungkan pada tempat penyiraman. Siraman dimulai dengan pembacaan riwayat Gong Kyai Pradah oleh Bupati. Selesai pembacaan riwayat dimulailah acara siraman. Siraman dilakukan oleh Bupati, dilanjutkan oleh pejabat dan sesepuh setempat. Gong Kyai Pradah kemudian digosok-gosok dengan kembang setaman. Kembang setaman kemudian dipercik-percikkan pada tujuh tempayan yang telah diisi air. Setelah Kyai Pradah selesai disiram, Bupati segera mengguyurkan air dari tempayan ke arah pengunjung yang berdesak-desakan di bawah panggung siraman.


3.3 Bertahannya Tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah
Bertahannya tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah saat ini merupakan hasil dari usaha beberapa pihak. Juga terdapat faktor yang menyebabkan bertahannya tradisi tersebut, yakni :
  1. Kepercayaan masyarakat, kepercayaan ini merupakan hal yang mendasari dari bertahannnya tradisi ini karena masyarakat yang tetap mau berpartisipasi dalam pelaksanaan tradisi. Di karenakan kepercayaan  masyarakat akan hal animisme sangat kental Dan di perkuat dengan kepercayaan bahwa apabila tradisi ini apabila tidak dilakukan maka akan mendapat petaka atau bencana.serta adanya kepercayaan air bekas dari gong kyai pradah bisa menyembuhkan segala penyakit.
  2. Peran pemerintah, pemerintah dalam tradisi ini juga berpengaaruh juga terhadap pelaksanaan tradisi jamasan kyai pradah, disini pemerintah kabupaten, kecamatan serta desanya juga mendukung penuh sebagi warisan budaya di daerah Blitar di setiap tahunya.


Tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah termasuk dalam kajian antropologi masuk dalam aliran strukturalisasi dan fungsionalisme  di karenakan pada tradisi jamasan kyai progo merupakan tradisi turun temurun jika di lihat dari sejarahnya dan tradisi ini tidak mengalami perubahan dari awal sampai sekarang. Aliran Strukturalisme Perancis Merupakan analisa kebudayaan Levi Straus.  Kebudayaan manusia seperti yang dinyatakan dalam kesenian, pola kehidupan sehari-hari dan upcara-upacara sebagai perwakilan lahiriah dari struktur pemikiran manusia.Di tambahkan oleh Durkheim bahwa manusia tidak ada artinya tanpa masyrakat karena ide berasal dari masyrakat sehingga kebudayaan lahir dari pemahaman manusia terhadap masyarakat
Aliran Fungsionalisme (oleh Mallinowski )
Semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyrakat dimana unsur berada pola kelakuan yang sudah jelas, kebiasaan sikap dan kepercayaan masyarakat untuk memenuhi fungsi mendasar dalam kebudayaan. Fungsi unsur kebudayaan ditentukan oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia . Kebudayaan sebagai suatu kebulatan yang mempunyai fungsi, sehiingga tugas ilmu kebudayaan adalah mempelajari fungsi kebudayaan. (Radegliffe Brown).


















KESIMPULAN


Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa dari masyarakat. Kebudayaan yaitu seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan,serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Kebudayaan dalam antropologi berkembang dengan beberapa aliran yaitu Aliran Evolusi, Aliran Determinisme, Aliran Difusionisme, Aliran Strukturalisme, Alran Ekologi Kebudayaan, Aliran Psikologili dalam antropologi. Di Indonesia sendiri merupakan Negara dengan tingkat pluralisme budaya, suku dan ras yang sangat tinggi. Dengan budaya yang tinggi itu pula indonesiadi nobatkan bagian dari  Negara yang memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi. Salah satu dari keanakeragaman yang sekarang dipelajari yaitu gong kyai pradah di daerah blitar. Konon pada saat penobatan tahta Kerajaan Kartasura Sri Susuhunan Pakubuwono I, beliau mempunyai saudara dari selir ayahnya bernama Pangeran Prabu. Ketika Sri Susuhunan Pabubuwono I dinobatkan sebagai raja, Pangeran Prabu merasa sakit hati dan ia berniat membunuh Sri Susuhunan Pabubuwono I, namun upayanya ketahuan, maka sebagai hukuman atas kesalahannya itu Pangeran Prabu ditugasi menebang kayu di hutan LodoyoPada suatu ketika Ki Amat Tariman sangat rindu kepada Pangeran Prabu ia kemudian berjalan-jalan di hutan, tetapi ia tersesat dan kebingungan, karena bingungnya Ki Amat Tariman memukul bendhe Kyai Bicak 7 kali, suara Kyai Bicak menimbulkan keajaiban ketika itu yang datang bukan rombongan Pangeran Prabu tetapi harimau besar-besar dan anehnya mereka tidak menyerang atau mengganggu tetapi justru menjaga keberadaan Ki Amat Tariman, dan sejak itu bendhe Kyai Bicak diberi nama Gong Kyai Pradah yang artinya harimau. Pada prosesnya Upacara adat Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah merupakan salah satu bentuk budaya lokal di Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Tradisi ini sampai sekarang masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya, yaitu setahun dua kali di Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Khasiatnya adalah air dari bekas memandikan gong tersebut dapat membawa berkah dan menjaga keamanan dari bencana besar. Serta masyarakat di blitar percaya bahwasanya ketika ritual ini tidak dilaksanakan maka dapat mengundang suatu bencana Alam yang besar.
Pelaksanaan upacara adat siraman pusaka tersebut dilaksanakan dua kali dalam setahun, dan perayaan paling besar itu bertepatan pada Maulid Nabi S.A.W.pemerintah dalam tradisi ini juga berpengaaruh juga terhadap pelaksanaan tradisi jamasan kyai pradah, disini pemerintah kabupaten, kecamatan serta desanya juga mendukung penuh sebagi warisan budaya di daerah Blitar di setiap tahunya. Salah satu langkah pemerintah dalam melestarikanya yaitu dengan membangun akses yang lebih mudah, terutama dalam bidang transportasi. Selain  itu dengan adanya budaya Gong Kyai Pradah tersebut dapat meningkatkan nilai ekonomi masyarakat sekitarnya.











DAFTAR PUSTAKA


  1. BUKU
Koentjaraningrat.2003. Pengantar Antropologi 1. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.
Koentjaraningrat, Prof.Dr. 1995. Manusia dan Kebudayaan di indonesia. Jakarta Djambatan.
P.D, Maas. 1986. Buku Materi Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Karunia Jakarta.


  1. INTERNET





Tidak ada komentar:

Posting Komentar