Minggu, 12 Juni 2016

Kehidupan Masyarakat Wilayah Kabupaten Situbondo dalam Teori Pembangunan (makalah)


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Secara filosofis, pembangunan bisa diartikan sebagai suatu upaya manusia atau sekolompok manusia dengan berbagai macam sistem di dalamnya untuk mengatasi batas-batas kemanusiaan. Dengan kata lain, pembangunan adalah upaya dari pemerintah suatu negara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya. Suatu negara dapat dikatakan gagal apabila negara tersebut tidak mampu memenuhi tanggung jawab ini. Dan suatu negara dikatakan berhasil apabila tingkat kemakmuran penduduk negara tersebut relatif tinggi karena kemakmuran, mengindikasikan terpenuhinya berbagai macam kebutuhan. Dalam pemahaman sederhana pembangunan diartikan sebagai proses perubahan kearah yang lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Pembangunan dalam sebuah negara sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi (economic development). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya peningkatan jumlah dan produktifitas sumber daya, termasuk pertambahan penduduk, disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara serta pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. 
Dalam penulisan makalah ini, penulis memilih tema kehidupan masyarakat wilayah tapal kuda salah satunya kabupaten Situbondo. Dimana Kabupaten Situbondo saat ini sedang menuju perkembangan di berbagai sector seperti sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Sumber daya manusia yang rendah dapat mengakibatkan ketidakmampuan setiap individu dalam berkompetisi untuk bertahan hidup, misalnya ketidakmampuan seorang individu dalam memperoleh pekerjaan yang layak karena berpendidikan rendah akan menyebabkan kemiskinan. Adapun bahaya kemiskinan akan menyebabkan semakin rendahnya angka harapan hidup dalam suatu kehidupan masyarakat. Hal ini akan berkaitan dengan masalah kesehatan. Dari asumsi demikian, pemerintah situbondo mulai memperbaiki kualitas pendidikan demi kemajuan putra-putri daerah untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Masyarakat  Situbondo selama ini dikenal sebagai masyarakat yang cukup kuat memegang tradisi. Hingga saat ini berbagai macam tradisi di bidang keagamaan, sosial, politik, dan ekonomi hidup dan berkembang secara dinamis di  Situbondo. Bermacam tradisi tersebut diwarisi oleh masyarakat Situbondo dari nenek moyang mereka secara turun temurun sepanjang sejarah. Secara historis, tradisi masyarakat Situbondo sebenarnya tidak berbeda jauh dari tradisi masyarakat Madura, yakni masih memiliki pertalian dengan nilai-nilai yang pernah dianut masyarakat pada masa kerajaan Hindu dan Islam. Sejarah Situbondo tidak terlepas dari sejarah karesidenan Besuki yang pernah berada di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit. Hanya saja, pada masyarakat Situbondo peralihan dari era Hindu ke era Islam lebih tegas dibanding pada umumnya masyarakat Jawa Pedalaman, sehingga nilai-nilai ajaran Islam tampak lebih kental mewarnai tradisi-tradisi yang hidup dan berkembang di Situbondo hingga saat ini. Meskipun masyarakat Situbondo memiliki etos kerja yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi Situbondo tidak dapat berkembang dengan pesat. karena disebabkan kreativitas yang mereka ciptakan masih bersifat tradisional, padahalgeografis  Situbondo sangat mendukung karna berada di jalur pantura dan sebagian wilayahnya mempunyai pantai. Kalau dibandingkan dengan wilayah tapal kuda lainnya misalnya kabupetan Bondowoso, semestinya situbondo berkembang lebih pesat.Sehingga karna Perkembangan Situbondo yang Lambat mengakibatkan pembangunan diwilayah situbondo terlambat. Keterbelakangan pembangunan memang kerapkali berkelindan dengan keterbelakangan di bidang ekonomi dalam suatu wilayah. Pembangunan biasanya akan bergerak maju pada wilayah-wilayah yang secara ekomomi memiliki potensi untuk maju sihingga antara pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dapat saling mendorong.

1.2  Perumusan Masalah
1.     Bagaimana kondisi masyarakat kabupaten Situbondo?
2.     Bagaimana basis pendekatan yang dilakukan dalam mengkaji permasalahan berbagai sector pembangunan masyarakat kabupaten Situbondo?
3.     Bagaimana metode pelaksanaan sebuah bentuk perubahan dalam kasus masyarakat kabupaten Situbondo?

1.3  Tujuan Dan Manfaat
1.3.1       Tujuan
1.     Mengetahui bagaimana kondisi masyarakat dan pembangunan kabupaten Situbondo ditinjau dari sector pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
2.     Menentukan basis pendekatan dalam mengkaji permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pembangunan masyarakat Situbondo.
3.     Menentukan metode pelaksanaan yang diambil untuk merancang sebuah bentuk perubahan dalam kasus yang terjadi di kabupaten kotabaru dalam pembangunan tiga sector yaitu sector pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

1.3.2       Manfaat
Beberapa manfaat yang diharapkan melalui kajian ini adalah antara lain adalah;
1.     Memperoleh informasi yang akurat mengenai kondisi masyarakat di Kabupaten Situbondo baik dari sosial ekonomi, pendidikan maupun kesehatan,
2.     Meminimalisir hambatan yang bersifat teknis dan non teknis dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan,
3.     Identifikasi potensi ekonomi masyarakat pada wilayah pesisir yang dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten Situbondo,
4.     Singkronisasi kebijakan pemerintah daerah untuk pengembangan ekonomi, peningkatan SDM dengan memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Situbondo,
5.     Sustainability kegiatan perekonomian masyarakat pesisir pada wilayah pengembangan ekonomi di Kabupaten Situbondo.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Teori modernisasi
Kelompok teori modernisasi pada umumnya mengatakan bahwa masalah internal Dunia Ketiga adalah keterbelakannya, sedangkan teori ketergantungan beranggapan bahwa keterbelakangan negara Dunia Ketiga disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Pada bagian ini saya ingin memperkenalkan tiga teori utama modernisasi dari Roy Harrod, Max Weber, dan W. W. Rostow. Kesimpulan Roy Harrod mengenai penyebab keterbelakangan Dunia Ketiga adalah kesimpulan yang sangat mendominasi para teoritisi pembangunan kelompok modenisasi. Roy Harrod mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan tingkat tingkat tabungan dan investasi. Masalah pembangunan dengan demikian adalah masalah penambahan investasi modal sehingga keterbelakangan adalah masalah kekurangan modal. Berdasarkan pada model ini, ahli pembangunan Dunia Ketiga beranggapan bahwa untuk memecahkan masalah keterbelakangan, pemerintah dalam negri harus mencari modal, baik dari dalam maupun luar negri, untuk membiayai pembangunan. Max Weber berpendapat lain. Dia mengatakan bahwa keberhasilan suatu pembangunan tidak ditentukan oleh faktor-faktor murni ekonomi melainkan faktor nilai-nilai budaya tempat pembangunan tersebut berlangsung. Dengan asumsinya ini, Weber kemudian membuat suatu rumusan pembangunan yang secara empiris sukses di Amerika Serikat dan Eropa. Tingginya tingkat keberhasilan pembangunan di Eropa dan Amerika Serikat ini dituliskan Weber dalam bukunya yang sangat terkenal The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Seperti tercermin dalam judul bukunya, Weber mengatakan bahwa kunci keberhasilan pembangunan di Eropa dan Amerika Serikat adalah apa yang disebutnya sebagai etika protestan. Etika ini bersumber pada keyakinan agama protestan yang mengatakan bahwa takdir seseorang—baik di dunia maupun di akhirat—sudah ditentukan sebelum dia lahir ke dunia. Tetapi takdir tersebut tentu saja dirahasiakan oleh Tuhan dari pengetahuan manusia sehingga memunculkan mekanisme kecemasan.
B.    Teori structural
Teori modernisasi mempunyai satu kesamaan di antara mereka yaitu bahwa keterbelakangan yang di alami Dunia ketiga terjadi karena mereka memang terbelakang. Berbeda dengan teori modernisasi, teori struktural mengatakan bahwa Dunia Ketiga menjadi terbelakang karena struktur eksternal. Dalam bidang pembangunan, teori ini dipelopori oleh Raul Prebisch yang membantah asumsi dasar teori Pembagian Kerja Internasional. Prebisch menunjukkan bahwa nilai tukar komoditi pertanian terhadao komoditi barang industri tidaklah seimbang. Barang-barang ternyata mempunyai nilai tukar yang lebih besar dibanding barang-barang pertanian. Ada tiga sebab mengapa hal ini bisa terjadi;
a. Permintaan untuk barang-barang pertanian tidaklah elastis. Pendapatan yang meningkat menyebabkan prosentase konsumsi makanan terhadap pendapatan justru menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan konsumsi untuk makanan, tetapi justru menaikkan konsumsi barang-barang industri. Akibatnya, anggaran Negara yang digunakan untuk mengimpor barang-barang industri dari negara pusat akan semakin meningkat, sedangkan pendapatan dari ekspor barang hasil pertanian tetap.
b. Negara-negara industrial sering memproteksi hasil pertanian mereka sehingga sulit bagi negara pertanian untuk mendapatkan pasar.
c. Kebutuhan bahan mentah bisa dikurangi oleh negara industrial karena perkembangan teknologi memungkinkan mereka untuk menggunakan bahan sintesis sebagai bahan dasar.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1  Kondisi Masyarakat Kabupaten Situbondo
A.    Sector ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Situbondo terus mengalami peningkatan, terhitung sejak sejak tahun 2010 lalu. Pada tahun 2011 diketahui, persentase naiknya pertumbuhan ekonomi Situbondo mencapai 6,31 persen. Sementara di tahun 2012, pertumbuhan ekonomi kembali naik menjadi 6,4 persen. Komposisi dan peranan masing-masing sektor kegiatan ekonomi terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Situbondo dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari perekonomian di Kabupaten Situbondo. Pada tahun 2009 sektor tersier (Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa) memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 51,75%. Kontribusi sektor tersier ini didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selanjutnya, pemberi kotribusi terbesar kedua adalah sektor primer (Pertanian dan Penggalian) sebesar 34,30% dengan sumbangan terbesar dari sektor pertanian. Sedangkan sektor sekunder (Industri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih dan Bangunan) merupakan penyumbang terkecil dibandingkan dua sektor lainnya yaitu sebesar 13,95% dengan penyumbang terbesar dari sektor industri pengolahan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang memberikan kontribusi paling besar bagi sektor tersier sekaligus kontributor terbesar bagi PDRB. Persentase kontribusi sektor tersier terhadap jumlah PDRB juga merupakan yang terbesar. Besarnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran ini dipengaruhi oleh kondisi dan potensi ekonomi yang kondusif bagi perdagangan. Kondisi ini sekilas menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Situbondo dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB. Pergeseran ini berupa pergeseran dominasi dari sektor primer digantikan oleh sektor tersier, terutama sektor pertanian sebagai sektor primer digeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan sektor tersier. Di lain pihak, kenyataan menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian jauh lebih besar yaitu mencapai 52,52%. dibandingkan sektor perdagangan yang hanya menyerap tenaga kerja sebesar 14.77% maka mengakibatkan distribusi pendapatan di sektor pertanian menjadi lebih kecil dibandingkan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran. Mengacu pada besarnya kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Situbondo dimana dipandang sebagai sektor paling strategis dalam peningkatan perekonomian daerah, tentu penting dipertimbangkan suatu intervensi anggaran daerah dalam skema kebijakan antara lain;
1.     Revitalisasi lumbung pangan desa dengan alokasi dana bergulir revolving fund yang mampu menyalurkan kredit permodalan usaha tani.
2.     Sertifikasi massal yang pembiayaannya mendapatkan subsidi dari Pemerintah Kabupaten. Untuk apa? Bila petani memiliki sertifikat tanah, setidaknya mereka telah memiliki jaminan (agunan) untuk bisa mengakses modal usaha dari perbankan.
3.     Penyediaan modal usaha kecil/mikro tanpa bunga, yang langsung diterimakan dalam bentuk alat usaha/kerja yang dibutuhkan.
4.     Kenaikan anggaran belanja daerah, khususnya untuk infrastruktur transportasi pedesaan.

B.    Sector pendidikan
Angka kemiskinan di Kabupaten Situbondo masih relatif tinggi. Menurut data BPS, tahun 2011 saja jumlah rumah tangga miskin mencapai 213.620 rumah tangga miskin. Kalaupun diprosentase jumlahnya 49,42% dari total rumah tangga yang ada. Trend yang terjadi sejak 2006, jumlah rumah tangga miskin di Situbondo fluktuatif, menurun walaupun volumenya masih kecil. Angka kemiskinan terbesar mendera penduduk yang berjenis kelamin perempuan yaitu mencapai 51%. Berdasarkan data inilah tersebut, maka kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat keterpurukan kelompok perempuan di berbagai sektor (pendidikan dan kesehatan).
Pendekatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu asumsi kondisi makro sosial yang digunakan dalam rancangan kebijakan Situbondo penanggulangan kemiskinan tahun 2011. IPM ini diturunkan dalam beberapa komponen, antara lain tingkat melek huruf orang dewasa, rata-rata lama bersekolah, dan tingkat daya beli per kapita. Penggunaan indikator IPM dipandang positif terutama menyangkut bagaimana pembangunan daerah dilihat secara lebih komprehensif.
Sampai akhir tahun 2011, rangking IPM Situbondo masih berada pada posisi ke 34 dari 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur. Untuk mengejar ketertinggalan demikian, yang terpenting adalah sejauh mana Pemerintah Kabupaten Situbondo mampu meningkatkan akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk mencapai kesejahteraannya (taraf hidup yang layak). Kesejahteraan itu sendiri hanya berpeluang dicapai kalau orang memiliki pendapatan dari pekerjaan yang ia terima.  Adapun pekerjaan itu sendiri hanya tersedia bagi orang-orang yang mempunyai keterampilan yang bersumber dari jalur pendidikan formal maupun  nonformal. Perkembangan IPM Situbondo 5 tahun terakhir memang terus mengalami peningkatan. Namun karena peningkatan tersebut tidak siginifikan, maka IPM Situbondo tetap saja tertinggal 7 (tujuh) digit dari rata-rata IPM Jatim. Kondisi demikian dikarenakan peningkatan IPM tersebut lebih sebagai hasil tren situasi kebijakan regional Jawa Timur.
Sampai Tahun 2011, sekitar 72,8% penduduk Situbondo umur 5 tahun ke atas masih berpendidikan SD/Sederajat, dan 27,12% berpendidikan di atas SMP. Komposisi demikian bisa berimplikasi pada rendahnya produktifitas sumberdaya manusia akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Situbondo. Kesenjangan tingkat pendidikan demikian juga mencerminkan tingkat ketergantungan penduduk kurang produktif (less productive) terhadap penduduk produktif masih begitu tinggi. Sementara dikaitkan dengan peningkatan IPM, dengan pergerakan kemajuan akses pendidikan yang masih begitu lambat di Situbondo, tentu menjadi wajar bila IPM Situbondo begitu sulit untuk ditingkatkan secara progresif.
Kebijakan terobosan (inovatif) mestinya berangkat dari titik pemahaman bahwa permasalahan tingginya tingkat kemiskinan maupun IPM yang masih rendah sangat terkait pula dengan tingkat kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan di antara sektor maupun wilayah di Situbondo. Kesenjangan yang paling terlihat adalah tingkat produktifitas sektor primer (pertanian) dan sektor tersier (perdagangan/jasa), dan kesenjangan pendapatan perkapita antara penduduk pedesaan dan perkotaan. Kesemuanya akan berimplikasi pada perbedaan indeks komposit pembentuk IPM: tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.
C.    Sector kesehatan
Komposit IPM berikutnya adalah kondisi indikator kesehatan. Terdapat dua indikator kesehatan yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematin bayi (AKB). AHH sangat berkaitan erat dengan pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah. Keberhasilan program kesehatan dan program sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk di suatu wilayah. Bila pembangunan sosial ekonomi semakin baik, maka kecenderungannya AHH akan semakin tinggi, atau sebaliknya bila AHH lebih rendah mengindikasikan terjadinya kontradiksi pada beberapa sektor pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah. Dalam lingkup wilayah Jawa Timur, terdapat 15 kabupaten yang angka harapan hidupnya masih di bawah 67,75 tahun, termasuk di dalamnya Kabupaten Situbondo. Seperti halnya AHH, Kabupaten Situbondo merupakan salah satu daerah di Jatim yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius karena AKB-nya masih di atas 50,00 per 1.000 kelahiran hidup.
Salah satu penyebab dari masih tingginya AKB adalah persentase penolong persalinan oleh tenaga medis yang masih cukup rendah. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pembangunan di bidang kesehatan perlu ditingkatkan. Angka Kematian Bayi dapat ditekan dengan penanganan yang intensif, baik itu dari faktor eksternal maupun internal. Adapun factor eksternal antara lain: keberadaan penolong persalinan yang representatif dan kemudahan akses ke tempat pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor internal antara lain: melalui pola pemberian ASI dan imunisasi serta perhatian dan perlakuan rumah tangga terhadap bayi. Dalam kerangka kebijakan, Pemkab. Situbondo sangat penting untuk mempertimbangkan kebijakan;
1.     Peningkatan penolong persalinan oleh tenaga medis,
2.     Peningkatan efektifitas program KB,
3.     Peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan,
4.     Peningkatan pengetahuan masyarakat akan kesehatan.
AHH yang rendah dan tingginya AKB di Sitobondo harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan dan program sosial yang memadai, termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi, dan program pemberantasan kemiskinan. Angka kematian bayi dan naiknya angka harapan hidup sesungguhnya mengindikasikan adanya peningkatan derajat kesehatan penduduk Situbondo. Angka kematian bayi berdasarkan estimasi adalah sebesar 57,74 artinya rata – rata terdapat 58 kematian bayi per 1000 kelahiran. Dengan menurunnya angka kematian bayi, maka angka harapan  hidup penduduk Situbondo diperkirakan akan meningkat dari perkiraan angka harapan hidup pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil Susenas 2007, angka harapan hidup penduduk Situbondo adalah 61,78 tahun. Pada tahun 2008 angka harapan hidup naik menjadi 61,96 tahun. Selanjunya pada tahun 2009 juga mengalami peningkatan menjadi 62,89 tahun. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa seorang anak yang lahir pada tahun 2009 diperkirakan akan hidup rata – rata sampai usia 62,89 tahun.
Angka Harapan Hidup dan Kematian Bayi (AKB)
Kabupaten Situbondo Tahun 2007 – 2009

Tahun
Angka Harapan Hidup (AHH)
Angka Kematian Bayi (AKB)
(1)

(2)



2007
61,78
62,42
2008
61,96
57,95
2009
62,89
57,74
Sumber : BPS Situbondo

      Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan selama sebelum sebelum pencacahan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.  Persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan terganggu aktifitasnya pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan keadaan yang sama pada tahun 2008. Tercatat 21,51 persen penduduk mengalami gangguan kesehatan pada tahun 2008 dan turun menjadi 20,13 persen  pada  tahun  2009.   Sementara itu rata – rata lama sakit adalah 7,24 hari pada tahun 2008 namun meningkat menjadi 7,68 hari pada tahun 2009. Sementara itu, untuk penduduk daerah perkotaan rata – rata lama hari sakit adalah 8,23 hari, lebih tinggi dari penduduk perdesaan di Situbondo yaitu 7,11 hari. Patut dicermati fluktuasi kenaikan rata – rata lama hari sakit pada tahun 2009 dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, padahal jika dilihat dari sarana prasarana kesehatan seharusnya perkotaan lebih terjangkau dibanding dengan perdesaan. Dari beberapa indikator yang ditampilkan,secara umum diatas kita dapat melihat melihat bahwa bahwa status kesehatan masyarakat Situbondo tahun 2009 sesungguhnya lebih baik dari keadaan tahun sebelumnya.
3.2       Pendekatan Humanis Radikal
   Dalam menganalisa kasus yang terjadi di kabupaten situbondo, penulis mengambil pendekatan humanis radikal dalam pelaksanaan rencana pembangunan di kabupaten situbondo. Pada pendekatan ini menekankan bagaimana perlunya untuk menghulangkan atau mengatasi kemapanan tatanan sosial yang menghambat perkembangan harkat manusia. Mereka yang miskin dan tertindas, tersisihkan justru bersikap tidak peduli dan pasif terhadap keadaan mereka sendiri. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan kaum interpretatif yaitu nominalis, anti-positivis, volunteris dan ideografis. Arahnya berbeda, yaitu cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada.  Pandangan dasarnya yang penting adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau dibelenggu oleh suprastruktur ideologis yang ada di luar dirinya yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadarannya yang murni (aliensi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu (false consciousness) yang menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Karena itu agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan manusia sebagai manusia. Penganutnya mengecam kemapanan habis-habisan. Proses-proses sosial dilihat sebagai tidak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah bagaiman manusia bisa memutuskan belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan utnuk mencapai harkat kemanusiaannya. Meskipun demikian masalah-masalah pertentangan struktural belum menjadi perhatian mereka. Kesadaran masyarakat dikategorikan dalam tiga unsure, yaitu:
·       Magis, penyebab kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat berada di luar manusia (natural-supranatural)
·       Naïf, melihat aspek manusia sebagai akar penyebab masalah masyarakat
·       Kritis, melihat sistem dan struktur sosial sebagai akar penyebab masalah masyarakat.
Sehingga dari asumsi diatas diperlukan adanya konsientasi yaitu usaha-usaha untuk memahami kontradiksi-kontradiksi dalam lingkup sosial, politik dan ekonomi serta untuk mengambil tindakan melawan unsure-unsur realitas kehidupan yang menindas. Adapun indicator-indikator dalam pendekatan humanis radikal, antara lain:
v   Antipositivistik
      Cara pandang ini dikembangkan lebih lanjut oleh Max Weber, yang mengenalkan istilah antipositivisme (disebut juga sebagai sosiologi humanistik). Menurut cara pandang ini, penelitian sosial harus menggunakan metode dan alat bantu yang khusus, dan menitikberatkan pada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. Hal ini mengakibatkan kontroversi tentang bagaimana membedakan antara penelitian subyektif dan obyektif.
v   Voluntaris
      Paham yang menyatakan bahwa kehendak adalah kunci untuk segala yang terjadi dalam hidup manusia. Kehendak manusia memiliki kontrol penuh atas apa yang ia anggap baik dan benar. Kehendak manusia menjadi dasar paling fundamental dalam pengambilan keputusan moral. Kehendak dipandang lebih unggul dibandingkan hal-hal lain yang biasanya dalam etika dipandang sebagai sumber moral, seperti "suara hati", kemampuan rasional, intuisi, tradisi, dan perasaan-perasaan manusia.
v   Ideografis
      Ideografis memiliki pengertian menggambarkan, memaparkan serta menceritakan suatu kejadian secara deskriptif. Bagaimana kasus tersebut bisa terjadi, apa penyebab dan bagaimana pemecahannya. Dengan adanya konsep ideografis tersebut diharapkan kita dapat mengambil solusi yang tepat dari kasus yang telah dianalisis dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah.

3.3       Metode Pelaksanaan
      Dalam upaya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat situbondo, dalam hal ini mengolal potensi daerah bukan dari sector perdagangan yang merupakan konstribusi dari pihak luar. Pemerintah perlu meningkatkan Potensi perikanan budidaya di Indonesia masih bisa ditingkatkan produksinya karena didukung oleh luasnya lahan budidaya yang belum/kurang maksimal untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu, Balai budidaya Air Payau Situbondo mempunyai tugas untuk memaksimalkan potensi tersebut dengan cara pemberian layanan yang bersifat teknis dan mengembangkan inovasi teknologi adaptif yang dibutuhkan oleh masyarakat pembudidaya. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, perencanaan yang baik dan terarah sangat dipelukan untuk mencapai sasran tersebut.  Rencana strategis (RENSTRA) merupakan sebagai bahan acuan untuk melaksanakan semua kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, penyusunan pembuatan renstra sangat penting untuk menentukan visi, misi dan arah kebijakan yang akan direncanakan dan diambil sehingga semua kegiatan lebih terarah untuk mencapai sasaran dan target yang sudah ditentukan.
Melihat, masih begitu tingginya jumlah penduduk yang tidak pernah sekolah, tidak tamat SD maka beberapa kebijakan strategis sebagai bentuk penajaman Misi ke 2 dari Bupati 2010 – 2015: “Meningkatkan kualitas SDM melalui pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan keterampilan serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat” hendaknya berangkat pada masalah kekinian seperti:
Ø  Mengurangi proyeksisasi buku pelajaran (pelajaran dari masalah BOS buku)
Ø  Efisiensi bantuan, karena besaran tidak dipukul rata antara sekolah ’kaya” dan sekolah ”miskin.’
Ø  Mengurangi kecenderungan bias urban. Sekolah kota dan pinggir jalan besar mesti lebih baik tampilannya.
Ø  Menghapus stigma bahwa Sekolah ndeso mutunya jauh dibawah sekolah kuto.
Ø  Memacu prestasi guru-guru daerah terpencil karena tidak merasa ’dipinggirkan”.
Ø  Program beasiswa bagi siswa berprestasi yang berasal dari keluarga tidak mampu  hingga jenjang universitas.
Untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2015 seperti telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Situbondo tahun 2011-2015 pada misi kedua “Meningkatkan kualitas SDM melalui pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan ketrampilan serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat” yaitu;
1.     Meningkatnya derajat kesejahteraan masyarakat,
2.     Meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit dan puskesmas,
3.     Meningkatnya pelayanan terhadap pasangan usia subur,
4.     Terpenuhinya kebutuhan pelayanan KB dan menurunnya angka kematian pada kelahiran dan dengan mempertimbangkan perkembangan masalah serta berbagai kecenderungan masalah kesehatan ke depan maka ditetapkan Visi Dinas Kesehatan Situbondo adalah
Visi tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan bahwa kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup sehat merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan di Situbondo. Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi dimana masyarakat Situbondo menyadari, mau, dan mampu  untuk  mengenali, mencegah  dan  mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi kesehatan di seluruh wilayah Kabupaten Situbondo, yang bertanggung jawab secara teknis terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kabupaten Situbondo. Untuk mewujudkan visi tersebut ada empat misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing jenjang administrasi pemerintahan, yaitu:
1.     Mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dan kemitraan dalam  pelayanan kesehatan masyarakat
2.     Mewujudkan, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Merata artinya tidak ada perbedaan atau kesenjangan sosial yang terjadi, misalnya hanya karena seorang individu menggunakan askes (asuransi kesehatan untuk PNS) maka dia tidak mendapatkan pelayanan secara maksimal.
3.     Menggerakkan pembangunan  berwawasan kesehatan dan meningkatkan upaya pengendalian penyakit serta penanggulangan masalah kesehatan dengan cara dengan cara membangun sanitasi disetiap desa dan sosialisasi kepada masyarakat awam untuk meningkatkan pentingnya kesehatan terhadap masyarakat awam.
4.     Meningkatkan, mendayagunakan sumberdaya dan manajemen kesehatan dengan cara memperbaiki kualitas SDM dalam bidang kesehatan. Mendatangkan tenaga-tenaga kesehatan yang kompeten disetiap bidangnya dan didukung teknologi yang berkualitas.



PENUTUP

Kesimpulan
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya peningkatan jumlah dan produktifitas sumber daya, termasuk pertambahan penduduk, disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara serta pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Potret masyarakat Situbondo yang agraris tradisional dalam waktu tidak terlalu lama dapat berubah menjadi masyarakat industri yang modern jika pemerintah daerah di Situbondo mampu megelola sumber daya yang tersedia secara optimal. Masyarakat Situbondo relatif homogen dan sederhana, hubungan antarsesama warga cukup erat dan hangat, serta belum banyak ragam pekerjaan yang menuntut profesionalitas, sehingga solidaritas di tengah-tengah masyarakat dengan mudah tercipta secara mekanik. Hal ini akan mempermudah perencanaan pembangunan yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap adanya perubahan. Perubahan yang sedang bergerak dengan cepat di Situbondo ini patut disambut gembira sekaligus diwaspadai mengingat percepatan perubahan tersebut terjadi karena adanya stimulasi dari luar. Maka perlu dipikirkan bagaimana agar supaya pembangunan baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun ekonomi melahirkan inovasi-inovasi yang berkarakter Situbondo.



DAFTAR PUSTAKA

Hettne, bjorn. 2001. Teori pembangunan dan tiga dunia. Jakarta: PT Pustaka Gramedia Utama
H.W ARNDT. 1991. Pembangunan ekonomi Indonesia (pandangan seorang tetangga). Yogyakarta: Gajah Mada University Pers
Kuncoro, mudrajad. 2011. Perencanaan daerah (bagaimana membangun ekonomi local kota dan kawasan?). Jakarta: salemba empat


1 komentar:

  1. Graton Casino and Hotel - Mapyro
    Find the best Grand Bonanza Casino and Hotel in Michigan, including 순천 출장샵 fully refundable rates 경주 출장마사지 with free 세종특별자치 출장마사지 cancellation. Guests praise the 포항 출장안마 casino. Nearby casinos: 690. Rating: 4.3 · ‎936 reviews 포천 출장샵

    BalasHapus