BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara filosofis, pembangunan bisa diartikan sebagai suatu
upaya manusia atau sekolompok manusia dengan berbagai macam sistem di dalamnya
untuk mengatasi batas-batas kemanusiaan. Dengan kata lain, pembangunan adalah
upaya dari pemerintah suatu negara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
masyarakatnya. Suatu negara dapat dikatakan gagal apabila negara tersebut tidak
mampu memenuhi tanggung jawab ini. Dan suatu negara dikatakan berhasil apabila
tingkat kemakmuran penduduk negara tersebut relatif tinggi karena kemakmuran,
mengindikasikan terpenuhinya berbagai macam kebutuhan. Dalam
pemahaman sederhana pembangunan diartikan sebagai proses perubahan kearah yang
lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Pembangunan dalam
sebuah negara sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi (economic
development). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total
dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya peningkatan jumlah dan
produktifitas sumber daya, termasuk pertambahan penduduk, disertai dengan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara serta pemerataan
pendapatan bagi penduduk suatu negara.
Dalam penulisan makalah ini, penulis memilih tema kehidupan
masyarakat wilayah tapal kuda salah satunya kabupaten Situbondo. Dimana
Kabupaten Situbondo saat ini sedang menuju perkembangan di berbagai sector
seperti sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Sumber daya manusia yang
rendah dapat mengakibatkan ketidakmampuan setiap individu dalam berkompetisi
untuk bertahan hidup, misalnya ketidakmampuan seorang individu dalam memperoleh
pekerjaan yang layak karena berpendidikan rendah akan menyebabkan kemiskinan.
Adapun bahaya kemiskinan akan menyebabkan semakin rendahnya angka harapan hidup
dalam suatu kehidupan masyarakat. Hal ini akan berkaitan dengan masalah
kesehatan. Dari asumsi demikian, pemerintah situbondo mulai memperbaiki
kualitas pendidikan demi kemajuan putra-putri daerah untuk mencapai masyarakat
yang sejahtera. Masyarakat Situbondo selama ini dikenal
sebagai masyarakat yang cukup kuat memegang tradisi. Hingga saat ini berbagai
macam tradisi di bidang keagamaan, sosial, politik, dan ekonomi hidup dan
berkembang secara dinamis di Situbondo. Bermacam tradisi tersebut diwarisi
oleh masyarakat Situbondo dari nenek moyang mereka secara turun temurun
sepanjang sejarah. Secara historis, tradisi masyarakat Situbondo sebenarnya
tidak berbeda jauh dari tradisi masyarakat Madura, yakni masih memiliki pertalian dengan nilai-nilai
yang pernah dianut masyarakat pada masa kerajaan Hindu dan Islam. Sejarah Situbondo tidak terlepas dari sejarah karesidenan Besuki yang pernah berada di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit.
Hanya saja, pada masyarakat Situbondo peralihan dari era Hindu ke era Islam
lebih tegas dibanding pada umumnya masyarakat Jawa Pedalaman, sehingga
nilai-nilai ajaran Islam tampak lebih kental mewarnai tradisi-tradisi yang
hidup dan berkembang di Situbondo hingga saat ini. Meskipun masyarakat Situbondo memiliki etos kerja
yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi Situbondo tidak dapat berkembang dengan pesat. karena disebabkan kreativitas yang mereka
ciptakan masih bersifat tradisional, padahalgeografis Situbondo sangat mendukung karna berada di jalur pantura dan sebagian wilayahnya
mempunyai pantai. Kalau dibandingkan dengan wilayah tapal kuda
lainnya misalnya kabupetan Bondowoso, semestinya situbondo berkembang lebih
pesat.Sehingga karna Perkembangan Situbondo yang Lambat
mengakibatkan pembangunan diwilayah situbondo terlambat. Keterbelakangan pembangunan memang
kerapkali berkelindan dengan keterbelakangan di bidang ekonomi dalam suatu
wilayah. Pembangunan biasanya akan bergerak maju pada wilayah-wilayah yang
secara ekomomi memiliki potensi untuk maju sihingga antara pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi dapat saling mendorong.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana
kondisi masyarakat kabupaten Situbondo?
2. Bagaimana
basis pendekatan yang dilakukan dalam mengkaji permasalahan berbagai sector
pembangunan masyarakat kabupaten Situbondo?
3. Bagaimana
metode pelaksanaan sebuah bentuk perubahan dalam kasus masyarakat kabupaten
Situbondo?
1.3 Tujuan Dan Manfaat
1.3.1
Tujuan
1. Mengetahui
bagaimana kondisi masyarakat dan pembangunan kabupaten Situbondo ditinjau dari
sector pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
2. Menentukan
basis pendekatan dalam mengkaji permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan
pembangunan masyarakat Situbondo.
3. Menentukan
metode pelaksanaan yang diambil untuk merancang sebuah bentuk perubahan dalam
kasus yang terjadi di kabupaten kotabaru dalam pembangunan tiga sector yaitu
sector pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
1.3.2
Manfaat
Beberapa
manfaat yang diharapkan melalui kajian ini adalah antara lain adalah;
1. Memperoleh
informasi yang akurat mengenai kondisi masyarakat di Kabupaten Situbondo baik
dari sosial ekonomi, pendidikan maupun kesehatan,
2. Meminimalisir
hambatan yang bersifat teknis dan non teknis dalam pelaksanaan pembangunan
ekonomi, pendidikan dan kesehatan,
3. Identifikasi
potensi ekonomi masyarakat pada wilayah pesisir yang dikembangkan oleh
masyarakat di Kabupaten Situbondo,
4. Singkronisasi
kebijakan pemerintah daerah untuk pengembangan ekonomi, peningkatan SDM dengan
memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Situbondo,
5. Sustainability
kegiatan perekonomian masyarakat pesisir pada wilayah pengembangan ekonomi di
Kabupaten Situbondo.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori modernisasi
Kelompok teori modernisasi pada
umumnya mengatakan bahwa masalah internal Dunia Ketiga adalah keterbelakannya,
sedangkan teori ketergantungan beranggapan bahwa keterbelakangan negara Dunia
Ketiga disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Pada bagian ini saya ingin
memperkenalkan tiga teori utama modernisasi dari Roy Harrod, Max Weber, dan W. W.
Rostow. Kesimpulan Roy Harrod mengenai penyebab keterbelakangan Dunia Ketiga
adalah kesimpulan yang sangat mendominasi para teoritisi pembangunan kelompok
modenisasi. Roy Harrod mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi berbanding
lurus dengan tingkat tingkat tabungan dan investasi. Masalah pembangunan dengan
demikian adalah masalah penambahan investasi modal sehingga keterbelakangan
adalah masalah kekurangan modal. Berdasarkan pada model ini, ahli pembangunan
Dunia Ketiga beranggapan bahwa untuk memecahkan masalah keterbelakangan,
pemerintah dalam negri harus mencari modal, baik dari dalam maupun luar negri,
untuk membiayai pembangunan. Max Weber berpendapat lain. Dia mengatakan bahwa
keberhasilan suatu pembangunan tidak ditentukan oleh faktor-faktor murni ekonomi
melainkan faktor nilai-nilai budaya tempat pembangunan tersebut berlangsung.
Dengan asumsinya ini, Weber kemudian membuat suatu rumusan pembangunan yang
secara empiris sukses di Amerika Serikat dan Eropa. Tingginya tingkat
keberhasilan pembangunan di Eropa dan Amerika Serikat ini dituliskan Weber
dalam bukunya yang sangat terkenal The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism. Seperti tercermin dalam judul bukunya, Weber mengatakan bahwa kunci
keberhasilan pembangunan di Eropa dan Amerika Serikat adalah apa yang
disebutnya sebagai etika protestan. Etika ini bersumber pada keyakinan agama
protestan yang mengatakan bahwa takdir seseorang—baik di dunia maupun di
akhirat—sudah ditentukan sebelum dia lahir ke dunia. Tetapi takdir tersebut
tentu saja dirahasiakan oleh Tuhan dari pengetahuan manusia sehingga
memunculkan mekanisme kecemasan.
B. Teori structural
Teori modernisasi mempunyai satu kesamaan di antara mereka
yaitu bahwa keterbelakangan yang di alami Dunia ketiga terjadi karena mereka
memang terbelakang. Berbeda dengan teori modernisasi, teori struktural
mengatakan bahwa Dunia Ketiga menjadi terbelakang karena struktur eksternal.
Dalam bidang pembangunan, teori ini dipelopori oleh Raul Prebisch yang
membantah asumsi dasar teori Pembagian Kerja Internasional. Prebisch
menunjukkan bahwa nilai tukar komoditi pertanian terhadao komoditi barang
industri tidaklah seimbang. Barang-barang ternyata mempunyai nilai tukar yang
lebih besar dibanding barang-barang pertanian. Ada tiga sebab mengapa hal ini
bisa terjadi;
a. Permintaan untuk barang-barang pertanian tidaklah elastis.
Pendapatan yang meningkat menyebabkan prosentase konsumsi makanan terhadap
pendapatan justru menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan
konsumsi untuk makanan, tetapi justru menaikkan konsumsi barang-barang
industri. Akibatnya, anggaran Negara yang digunakan untuk mengimpor barang-barang
industri dari negara pusat akan semakin meningkat, sedangkan pendapatan dari
ekspor barang hasil pertanian tetap.
b. Negara-negara industrial sering memproteksi hasil
pertanian mereka sehingga sulit bagi negara pertanian untuk mendapatkan pasar.
c. Kebutuhan bahan mentah bisa dikurangi oleh negara
industrial karena perkembangan teknologi memungkinkan mereka untuk menggunakan
bahan sintesis sebagai bahan dasar.
BAB
3. PEMBAHASAN
3.1 Kondisi Masyarakat Kabupaten
Situbondo
A.
Sector
ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Situbondo terus mengalami peningkatan, terhitung sejak sejak
tahun 2010 lalu. Pada tahun 2011 diketahui, persentase naiknya pertumbuhan
ekonomi Situbondo mencapai 6,31 persen. Sementara di tahun 2012, pertumbuhan
ekonomi kembali naik menjadi 6,4 persen. Komposisi dan peranan masing-masing
sektor kegiatan ekonomi terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Situbondo dapat
digunakan untuk mengetahui karakteristik dari perekonomian di Kabupaten
Situbondo. Pada tahun 2009 sektor tersier (Perdagangan, Hotel dan Restoran,
Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan, dan
Jasa-jasa) memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 51,75%.
Kontribusi sektor tersier ini didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Selanjutnya, pemberi kotribusi terbesar kedua adalah sektor primer
(Pertanian dan Penggalian) sebesar 34,30% dengan sumbangan terbesar dari sektor
pertanian. Sedangkan sektor sekunder (Industri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air
Bersih dan Bangunan) merupakan penyumbang terkecil dibandingkan dua sektor
lainnya yaitu sebesar 13,95% dengan penyumbang terbesar dari sektor industri
pengolahan.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang memberikan kontribusi
paling besar bagi sektor tersier sekaligus kontributor terbesar bagi PDRB.
Persentase kontribusi sektor tersier terhadap jumlah PDRB juga merupakan yang
terbesar. Besarnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran ini
dipengaruhi oleh kondisi dan potensi ekonomi yang kondusif bagi perdagangan.
Kondisi ini sekilas menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten
Situbondo dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB. Pergeseran ini berupa
pergeseran dominasi dari sektor primer digantikan oleh sektor tersier, terutama
sektor pertanian sebagai sektor primer digeser oleh sektor perdagangan, hotel
dan restoran yang merupakan sektor tersier. Di lain pihak, kenyataan
menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian jauh lebih
besar yaitu mencapai 52,52%. dibandingkan sektor perdagangan yang hanya
menyerap tenaga kerja sebesar 14.77% maka mengakibatkan distribusi pendapatan
di sektor pertanian menjadi lebih kecil dibandingkan pada sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Mengacu pada besarnya kontribusi sektor pertanian dalam
PDRB Situbondo dimana dipandang sebagai sektor paling strategis dalam
peningkatan perekonomian daerah, tentu penting dipertimbangkan suatu intervensi
anggaran daerah dalam skema kebijakan antara lain;
1. Revitalisasi lumbung pangan desa
dengan alokasi dana bergulir revolving fund yang mampu menyalurkan kredit
permodalan usaha tani.
2. Sertifikasi massal yang
pembiayaannya mendapatkan subsidi dari Pemerintah Kabupaten. Untuk apa? Bila
petani memiliki sertifikat tanah, setidaknya mereka telah memiliki jaminan
(agunan) untuk bisa mengakses modal usaha dari perbankan.
3. Penyediaan modal usaha kecil/mikro
tanpa bunga, yang langsung diterimakan dalam bentuk alat usaha/kerja yang
dibutuhkan.
4. Kenaikan anggaran belanja daerah, khususnya
untuk infrastruktur transportasi pedesaan.
B.
Sector
pendidikan
Angka
kemiskinan di Kabupaten Situbondo masih relatif tinggi. Menurut data BPS, tahun
2011 saja jumlah rumah tangga miskin mencapai 213.620 rumah tangga miskin.
Kalaupun diprosentase jumlahnya 49,42% dari total rumah tangga yang ada. Trend
yang terjadi sejak 2006, jumlah rumah tangga miskin di Situbondo fluktuatif,
menurun walaupun volumenya masih kecil. Angka kemiskinan terbesar mendera
penduduk yang berjenis kelamin perempuan yaitu mencapai 51%. Berdasarkan data
inilah tersebut, maka kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat keterpurukan
kelompok perempuan di berbagai sektor (pendidikan dan kesehatan).
Pendekatan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu asumsi kondisi makro sosial
yang digunakan dalam rancangan kebijakan Situbondo penanggulangan kemiskinan
tahun 2011. IPM ini diturunkan dalam beberapa komponen, antara lain tingkat
melek huruf orang dewasa, rata-rata lama bersekolah, dan tingkat daya beli per
kapita. Penggunaan indikator IPM dipandang positif terutama menyangkut
bagaimana pembangunan daerah dilihat secara lebih komprehensif.
Sampai akhir
tahun 2011, rangking IPM Situbondo masih berada pada posisi ke 34 dari 38
Kota/Kabupaten di Jawa Timur. Untuk mengejar ketertinggalan demikian, yang
terpenting adalah sejauh mana Pemerintah Kabupaten Situbondo mampu meningkatkan
akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk
mencapai kesejahteraannya (taraf hidup yang layak). Kesejahteraan itu sendiri hanya
berpeluang dicapai kalau orang memiliki pendapatan dari pekerjaan yang ia
terima. Adapun pekerjaan itu sendiri
hanya tersedia bagi orang-orang yang mempunyai keterampilan yang bersumber dari
jalur pendidikan formal maupun nonformal.
Perkembangan IPM Situbondo 5 tahun terakhir memang terus mengalami peningkatan.
Namun karena peningkatan tersebut tidak siginifikan, maka IPM Situbondo tetap
saja tertinggal 7 (tujuh) digit dari rata-rata IPM Jatim. Kondisi demikian
dikarenakan peningkatan IPM tersebut lebih sebagai hasil tren situasi kebijakan
regional Jawa Timur.
Sampai
Tahun 2011, sekitar 72,8% penduduk Situbondo umur 5 tahun ke atas masih
berpendidikan SD/Sederajat, dan 27,12% berpendidikan di atas SMP. Komposisi
demikian bisa berimplikasi pada rendahnya produktifitas sumberdaya manusia
akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Situbondo. Kesenjangan tingkat
pendidikan demikian juga mencerminkan tingkat ketergantungan penduduk kurang
produktif (less productive) terhadap penduduk produktif masih begitu tinggi.
Sementara dikaitkan dengan peningkatan IPM, dengan pergerakan kemajuan akses
pendidikan yang masih begitu lambat di Situbondo, tentu menjadi wajar bila IPM
Situbondo begitu sulit untuk ditingkatkan secara progresif.
Kebijakan terobosan (inovatif)
mestinya berangkat dari titik pemahaman bahwa permasalahan tingginya tingkat
kemiskinan maupun IPM yang masih rendah sangat terkait pula dengan tingkat
kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan di antara sektor maupun wilayah di
Situbondo. Kesenjangan yang paling terlihat adalah tingkat produktifitas sektor
primer (pertanian) dan sektor tersier (perdagangan/jasa), dan kesenjangan
pendapatan perkapita antara penduduk pedesaan dan perkotaan. Kesemuanya akan
berimplikasi pada perbedaan indeks komposit pembentuk IPM: tingkat pendidikan,
kesehatan dan daya beli masyarakat.
C.
Sector
kesehatan
Komposit
IPM berikutnya adalah kondisi indikator kesehatan. Terdapat dua indikator
kesehatan yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematin bayi (AKB). AHH
sangat berkaitan erat dengan pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah.
Keberhasilan program kesehatan dan program sosial ekonomi pada umumnya dapat
dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk di suatu wilayah. Bila
pembangunan sosial ekonomi semakin baik, maka kecenderungannya AHH akan semakin
tinggi, atau sebaliknya bila AHH lebih rendah mengindikasikan terjadinya
kontradiksi pada beberapa sektor pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah.
Dalam lingkup wilayah Jawa Timur, terdapat 15 kabupaten yang angka harapan
hidupnya masih di bawah 67,75 tahun, termasuk di dalamnya Kabupaten Situbondo.
Seperti halnya AHH, Kabupaten Situbondo merupakan salah satu daerah di Jatim
yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius karena AKB-nya masih di atas
50,00 per 1.000 kelahiran hidup.
Salah satu
penyebab dari masih tingginya AKB adalah persentase penolong persalinan oleh
tenaga medis yang masih cukup rendah. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa
pembangunan di bidang kesehatan perlu ditingkatkan. Angka Kematian Bayi dapat
ditekan dengan penanganan yang intensif, baik itu dari faktor eksternal maupun
internal. Adapun factor eksternal antara lain: keberadaan penolong persalinan
yang representatif dan kemudahan akses ke tempat pelayanan kesehatan. Sedangkan
faktor internal antara lain: melalui pola pemberian ASI dan imunisasi serta
perhatian dan perlakuan rumah tangga terhadap bayi. Dalam kerangka kebijakan,
Pemkab. Situbondo sangat penting untuk mempertimbangkan kebijakan;
1. Peningkatan penolong persalinan oleh
tenaga medis,
2. Peningkatan efektifitas program KB,
3. Peningkatan pelayanan dan penyediaan
fasilitas kesehatan,
4. Peningkatan pengetahuan masyarakat
akan kesehatan.
AHH yang rendah dan tingginya AKB di
Sitobondo harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan dan program sosial
yang memadai, termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi, dan program
pemberantasan kemiskinan. Angka kematian bayi dan naiknya angka
harapan hidup sesungguhnya mengindikasikan adanya peningkatan derajat kesehatan
penduduk Situbondo. Angka kematian bayi berdasarkan estimasi adalah sebesar 57,74 artinya rata – rata
terdapat 58 kematian bayi
per 1000 kelahiran. Dengan menurunnya angka kematian
bayi, maka angka harapan hidup penduduk Situbondo diperkirakan akan meningkat dari perkiraan
angka harapan hidup pada
tahun sebelumnya.
Berdasarkan
hasil Susenas 2007, angka harapan
hidup penduduk Situbondo adalah 61,78 tahun. Pada tahun 2008 angka harapan hidup naik menjadi 61,96 tahun. Selanjunya pada tahun 2009 juga mengalami
peningkatan menjadi 62,89 tahun. Kondisi
tersebut menggambarkan bahwa seorang anak yang lahir pada tahun 2009 diperkirakan
akan hidup rata – rata sampai usia 62,89 tahun.
Angka Harapan Hidup dan Kematian Bayi
(AKB)
Kabupaten Situbondo Tahun 2007 – 2009
Tahun
|
Angka Harapan Hidup (AHH)
|
Angka Kematian Bayi (AKB)
|
(1)
|
(2)
|
|
2007
|
61,78
|
62,42
|
2008
|
61,96
|
57,95
|
2009
|
62,89
|
57,74
|
Sumber : BPS Situbondo
Status kesehatan penduduk memberikan
gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui
indikator angka kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan
kesehatan selama sebelum sebelum pencacahan hingga mengganggu aktivitas
sehari-hari. Persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan
terganggu aktifitasnya pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan keadaan yang sama
pada tahun 2008. Tercatat 21,51 persen
penduduk mengalami gangguan kesehatan pada tahun 2008 dan turun
menjadi 20,13 persen
pada tahun 2009. Sementara itu rata – rata lama sakit adalah
7,24 hari pada
tahun 2008 namun
meningkat menjadi 7,68 hari pada tahun 2009. Sementara itu, untuk penduduk daerah perkotaan rata –
rata lama hari sakit adalah 8,23 hari, lebih tinggi dari penduduk
perdesaan di
Situbondo yaitu 7,11 hari. Patut dicermati fluktuasi kenaikan
rata – rata lama hari sakit pada tahun 2009 dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya,
padahal jika dilihat dari sarana prasarana kesehatan seharusnya perkotaan lebih
terjangkau dibanding dengan perdesaan. Dari beberapa indikator yang
ditampilkan,secara umum diatas kita dapat melihat melihat bahwa bahwa status
kesehatan masyarakat Situbondo tahun 2009 sesungguhnya lebih baik dari keadaan tahun sebelumnya.
3.2 Pendekatan Humanis Radikal
Dalam menganalisa
kasus yang terjadi di kabupaten situbondo, penulis mengambil pendekatan humanis
radikal dalam pelaksanaan rencana pembangunan di kabupaten situbondo. Pada
pendekatan ini menekankan bagaimana perlunya untuk menghulangkan atau mengatasi
kemapanan tatanan sosial yang menghambat perkembangan harkat manusia. Mereka
yang miskin dan tertindas, tersisihkan justru bersikap tidak peduli dan pasif
terhadap keadaan mereka sendiri. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan
kaum interpretatif yaitu nominalis, anti-positivis, volunteris dan ideografis.
Arahnya berbeda, yaitu cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau
mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada. Pandangan dasarnya yang penting adalah bahwa kesadaran
manusia telah dikuasai atau dibelenggu oleh suprastruktur ideologis yang ada di
luar dirinya yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadarannya yang
murni (aliensi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu (false consciousness)
yang menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Karena
itu agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya
dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan manusia sebagai
manusia. Penganutnya mengecam kemapanan habis-habisan. Proses-proses sosial
dilihat sebagai tidak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah
bagaiman manusia bisa memutuskan belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam
pola-pola sosial yang mapan utnuk mencapai harkat kemanusiaannya. Meskipun
demikian masalah-masalah pertentangan struktural belum menjadi perhatian
mereka. Kesadaran masyarakat
dikategorikan dalam tiga unsure, yaitu:
·
Magis, penyebab kemiskinan dan
ketidakberdayaan masyarakat berada di luar manusia (natural-supranatural)
·
Naïf, melihat aspek manusia sebagai akar
penyebab masalah masyarakat
·
Kritis, melihat sistem dan struktur
sosial sebagai akar penyebab masalah masyarakat.
Sehingga dari asumsi
diatas diperlukan adanya konsientasi yaitu usaha-usaha untuk memahami
kontradiksi-kontradiksi dalam lingkup sosial, politik dan ekonomi serta untuk
mengambil tindakan melawan unsure-unsur realitas kehidupan yang menindas.
Adapun indicator-indikator dalam pendekatan humanis radikal, antara lain:
v Antipositivistik
Cara
pandang ini dikembangkan lebih lanjut oleh Max
Weber, yang mengenalkan istilah
antipositivisme (disebut juga sebagai sosiologi humanistik). Menurut cara
pandang ini, penelitian sosial harus menggunakan metode dan alat bantu yang
khusus, dan menitikberatkan pada nilai-nilai
budaya dan kemanusiaan. Hal ini mengakibatkan kontroversi tentang
bagaimana membedakan antara penelitian subyektif dan obyektif.
v Voluntaris
Paham yang
menyatakan bahwa kehendak adalah kunci untuk segala yang terjadi dalam hidup manusia. Kehendak manusia memiliki kontrol penuh atas
apa yang ia anggap baik dan benar. Kehendak
manusia menjadi dasar paling fundamental dalam pengambilan keputusan moral. Kehendak
dipandang lebih unggul dibandingkan hal-hal lain yang biasanya dalam etika dipandang sebagai sumber moral, seperti "suara
hati", kemampuan rasional, intuisi, tradisi, dan perasaan-perasaan manusia.
v Ideografis
Ideografis memiliki pengertian menggambarkan, memaparkan serta menceritakan suatu
kejadian secara deskriptif. Bagaimana kasus tersebut bisa terjadi, apa penyebab
dan bagaimana pemecahannya. Dengan adanya konsep ideografis tersebut diharapkan
kita dapat mengambil solusi yang tepat dari kasus yang telah dianalisis dalam
perumusan kebijakan pembangunan daerah.
3.3 Metode Pelaksanaan
Dalam upaya untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat situbondo, dalam hal ini mengolal
potensi daerah bukan dari sector perdagangan yang merupakan konstribusi dari
pihak luar. Pemerintah perlu meningkatkan Potensi
perikanan budidaya di Indonesia masih bisa ditingkatkan produksinya karena
didukung oleh luasnya lahan budidaya yang belum/kurang maksimal untuk dimanfaatkan.
Oleh karena itu, Balai budidaya Air Payau Situbondo mempunyai tugas untuk
memaksimalkan potensi tersebut dengan cara pemberian layanan yang bersifat
teknis dan mengembangkan inovasi teknologi adaptif yang dibutuhkan oleh
masyarakat pembudidaya. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, perencanaan yang
baik dan terarah sangat dipelukan untuk mencapai sasran tersebut. Rencana
strategis (RENSTRA) merupakan sebagai bahan acuan untuk melaksanakan semua
kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, penyusunan
pembuatan renstra sangat penting untuk menentukan visi, misi dan arah kebijakan
yang akan direncanakan dan diambil sehingga semua kegiatan lebih terarah untuk
mencapai sasaran dan target yang sudah ditentukan.
Melihat,
masih begitu tingginya jumlah penduduk yang tidak pernah sekolah, tidak tamat
SD maka beberapa kebijakan strategis sebagai bentuk penajaman Misi ke 2 dari
Bupati 2010 – 2015: “Meningkatkan kualitas SDM melalui pemerataan dan
peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan keterampilan serta peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat” hendaknya berangkat pada masalah kekinian
seperti:
Ø Mengurangi proyeksisasi buku
pelajaran (pelajaran dari masalah BOS buku)
Ø Efisiensi bantuan, karena besaran
tidak dipukul rata antara sekolah ’kaya” dan sekolah ”miskin.’
Ø Mengurangi kecenderungan bias urban.
Sekolah kota dan pinggir jalan besar mesti lebih baik tampilannya.
Ø Menghapus stigma bahwa Sekolah ndeso
mutunya jauh dibawah sekolah kuto.
Ø Memacu prestasi guru-guru daerah
terpencil karena tidak merasa ’dipinggirkan”.
Ø Program beasiswa bagi siswa
berprestasi yang berasal dari keluarga tidak mampu hingga jenjang universitas.
Untuk
mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2015 seperti telah
ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Situbondo tahun 2011-2015 pada misi kedua “Meningkatkan kualitas SDM melalui
pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan ketrampilan serta peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat” yaitu;
1. Meningkatnya derajat kesejahteraan
masyarakat,
2. Meningkatnya mutu pelayanan rumah
sakit dan puskesmas,
3. Meningkatnya pelayanan terhadap
pasangan usia subur,
4. Terpenuhinya kebutuhan pelayanan KB
dan menurunnya angka kematian pada kelahiran dan dengan mempertimbangkan
perkembangan masalah serta berbagai kecenderungan masalah kesehatan ke depan
maka ditetapkan Visi Dinas Kesehatan Situbondo adalah
Visi
tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan bahwa kemandirian masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan
derajat kesehatan di Situbondo. Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat
adalah suatu kondisi dimana masyarakat Situbondo menyadari, mau, dan mampu
untuk mengenali, mencegah dan mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik
yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana,
maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Misi
mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi kesehatan
di seluruh wilayah Kabupaten Situbondo, yang bertanggung jawab secara teknis
terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kabupaten
Situbondo. Untuk mewujudkan visi tersebut ada empat misi yang diemban oleh
seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing jenjang administrasi
pemerintahan, yaitu:
1. Mendorong terwujudnya kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat dan kemitraan dalam pelayanan kesehatan
masyarakat
2. Mewujudkan, memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Merata
artinya tidak ada perbedaan atau kesenjangan sosial yang terjadi, misalnya
hanya karena seorang individu menggunakan askes (asuransi kesehatan untuk PNS)
maka dia tidak mendapatkan pelayanan secara maksimal.
3. Menggerakkan pembangunan
berwawasan kesehatan dan meningkatkan upaya pengendalian penyakit serta
penanggulangan masalah kesehatan dengan cara dengan cara membangun sanitasi
disetiap desa dan sosialisasi kepada masyarakat awam untuk meningkatkan
pentingnya kesehatan terhadap masyarakat awam.
4. Meningkatkan, mendayagunakan
sumberdaya dan manajemen kesehatan dengan cara memperbaiki kualitas SDM dalam
bidang kesehatan. Mendatangkan tenaga-tenaga kesehatan yang kompeten disetiap
bidangnya dan didukung teknologi yang berkualitas.
PENUTUP
Kesimpulan
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses
kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan
adanya peningkatan jumlah dan produktifitas sumber daya, termasuk pertambahan
penduduk, disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu
negara serta pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Potret
masyarakat Situbondo yang agraris tradisional dalam waktu tidak terlalu lama
dapat berubah menjadi masyarakat industri yang modern jika pemerintah
daerah di Situbondo mampu megelola sumber daya yang tersedia secara optimal. Masyarakat Situbondo relatif homogen dan sederhana, hubungan
antarsesama warga cukup erat dan hangat, serta belum banyak ragam pekerjaan
yang menuntut profesionalitas, sehingga solidaritas di tengah-tengah masyarakat
dengan mudah tercipta secara mekanik. Hal ini akan mempermudah perencanaan
pembangunan yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat terhadap adanya perubahan. Perubahan yang sedang
bergerak dengan cepat di Situbondo ini patut disambut gembira sekaligus diwaspadai
mengingat percepatan perubahan tersebut terjadi karena adanya stimulasi dari
luar. Maka perlu dipikirkan bagaimana agar supaya pembangunan baik di bidang pendidikan, kesehatan
maupun ekonomi melahirkan inovasi-inovasi yang berkarakter Situbondo.
DAFTAR PUSTAKA
Hettne, bjorn. 2001. Teori pembangunan dan tiga dunia. Jakarta: PT
Pustaka Gramedia Utama
H.W ARNDT. 1991. Pembangunan ekonomi Indonesia (pandangan seorang
tetangga). Yogyakarta: Gajah Mada University Pers
Kuncoro, mudrajad. 2011. Perencanaan daerah (bagaimana membangun
ekonomi local kota dan kawasan?). Jakarta: salemba empat
Graton Casino and Hotel - Mapyro
BalasHapusFind the best Grand Bonanza Casino and Hotel in Michigan, including 순천 출장샵 fully refundable rates 경주 출장마사지 with free 세종특별자치 출장마사지 cancellation. Guests praise the 포항 출장안마 casino. Nearby casinos: 690. Rating: 4.3 · 936 reviews 포천 출장샵