HUBUNGAN ANTAR
LEMBAGA PEMERINTAHAN
PRESIDEN DAN DPR
BAGI KINERJA BIROKRASI
INDONESIA
Paper
Diajukan guna memenuhi tugas Ujian
Tengah Semester 4 mata kuliah
Sistem Administrasi Negara
oleh
Nina Ari Santi
140910201010
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
adalah negara yang menganut sistem kesatuan republik, sehingga disebut Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki
beribu-ribu pulau dengan beragam budaya dan bahasa, oleh karena itu Indonesia
adalah negara kesatuan dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu jua. Indonesia negara berbentuk
republik hal ini dikarenakan republik adalah bentuk negara yang sekiranya
sangat cocok untuk Indonesia. Republik mengatur kekuasaan yang berada pada pemerintahan
pusat. Indonesia memilih republik karena pada dasarnya Indonesia memiliki satu
tujuan yaitu mempersatukan antar wilayah dari sabang sampai merauke.
Dalam
mengatur pemerintahan ini Indonesia terbagi kedalam beberapa lembaga, yang
dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Antar lembaga ini memiliki hubungan satu sama lain yang saling terkait dan
berhubungan sebagai suatu sistem pemerintahan Indonesia. Setiap lembaga
memiliki fungsi, tugas dan wewenang masing-masing yang mempengaruhi hubungan
antar lembaga, selain itu juga kepentingan dari masing-masing lembaga juga
sangat mempengaruhi baik buruknya hubungan antar lembaga. Saat ini sebagian
besar masyarakat tidak mengetahui bagaimana hubungan antar lembagan tersebut,
yang mereka tahu hanya bagaimana mereka menjalankan tugas pemerintahan. Dalam
makalah ini saya akan membahas hubungan antara Presiden dan DPR.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Studi Kasus
Kasus
kisruh antara elite politik KIH (Koalisi Indonesia Hebat) dan KMP (Koalisi
Merah Putih) di parlemen pemerintahan Indonesia telah membuat terhambatnya
proses pemerintahan yang baru terbentuk Jokowi-JK. Dalam konflik ini yang
sebagian besar anggota DPR adalah kubu KMP yang berlawanan dengan kubu Jokowi yaitu KIH. KIH sebagai pendukung pasangan
capres-cawapres Jokowi-JK yaitu PDI-P, PKB, Nasdem, Hanura dan PKPI. Sedangkan
KMP pendukung Prabowo-Hatta yakni Partai Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, Golkar,
PPP dan PBB. Konflik ini diawali dari kalahnya kubu KMP dalam Pemilu 2014 lalu.
Dalam sebuah parlemen memang diharuskannya
adanya kelompok penyeimbang, yaitu sebuah kelompok yang membela penuh pihak
rakyat apabila dirasa keputusan pemerintah merugikan pihak rakyat. Akan tetapi,
konflik ini menjadikan KMP bukan sebagai kelompok penyeimbang tetapi menjadi
kelompok pemberontak yang menghambat kerja dan proses pemerintahan.
Fungsi-fungsi DPR tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bukan itu saja, hal ini
membuat sulitnya Jokowi dalam melaksanakan keputusan-keputusan yang dibuatnya,
karena DPR yang didominasi oleh kubu KMP.
2.2
Pembahasan
Hubungan
antara Presiden dan DPR
Menurut
UUD 1945 dan UU
UUD 1945 pasal 5 ayat 1 yang berbunyi,
“Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.”
UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti
telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
UUD 1945 pasal 7B tentang tata cara
pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden oleh DPR UUD 1945 pasal 7C yang
berbunyi, “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat.”
UUD 1945 pasal 11 ayat 1 yang berbunyi,
“Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
UUD 1945 pasal 13 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam
hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.”
UUD 1945 pasal 13 ayat 3 yang berbunyi,
“Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
UUD 1945 pasal 14 ayat 2 yang berbunyi,
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbanganDewan
Perwakilan Rakyat.”
UUD 1945 pasal 20 ayat 2 yang berbunyi, “Setiap
rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.”
UUD 1945 pasal 20A mengenai hak-hak DPR UUD
1945 pasal 22 mengenai tata cara pembentukan Undang-Undang UUD 1945 pasal 23
ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
negara diajuka oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi,
“Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh
Presiden.”
UUD 1945 pasal 24A ayat 3 yang berbunyi, “Calon
hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden.”
UUD 1945 pasal 24B ayat 3 yang berbunyi,
“Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi,
“Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar.”
UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi,
“Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”
UU no 27 tahun 2009 pasal 74 ayat 2 yang
berbunyi, “Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan Presiden.” Hubungan
antara DPR dam Presiden terletak pada hubungan kerja. Hubungan kerja tersebut
antara lain adalah mengenai proses pembuatan undang-undang antara presiden dan
DPR yang diatur dalam pasal 20 ayat 2, 3, 4, dan 5. Yaitu setiap rancangan
undang-undang harus dibahas oleh presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan
bersama (ayat 2). Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
bersama, maka maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada
masa persidangan itu (ayat 3). Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
yang telah disetujui bersama, (ayat 4) dan apabila presiden dalam waktu 30 hari
setelah rancangan undang-undang itu disetujui bersama, undang-undang itu sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan (ayat 5). Untuk terbentuknya
undang-undang, maka harus disetujui bersama antara presiden dengan DPR.
Walaupun seluruh anggota DPR setuju tapi presiden tidak, atau sebaliknya, maka
rancangan undang-undang itu tidak dapat diundangkan.
Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan yang
dimiliki oleh DPR. Yaitu mengawasi presiden dan wakil presiden dalam
pelaksanaan kekuasaan eksekutif. Dan DPR dapat mengusulkan pemberhentian
Presisiden sebagai tindak lanjut pengawasan (pasal 7A).
Dalam bidang keuangan, RUU APBN diajukan oleh
presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (pasal
23 ayat 2). Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan presiden,
pemerintah menjalankan APBN tahun lalu(pasal 23 ayat 3).
Hubungan kerja lain antara DPR dengan Presiden
antara lain: melantik presiden dan atau wakil presiden dalam hal MPR tidak
dapat melaksanakan sidang itu (pasal 9), memberikan pertimbangan atas
pengangkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13),
memberikan pertimbangan kepada presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi
(pasal 14 ayat 2), memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11), memberikan persetujuan
atas pengangkatan komisi yudisial (pasal 24B ayat 3), memberikan persetujuan
atas pengangkatan hakim agung (pasal 24A ayat 3). (online : http://www.kompasiana.com/setyodwinugroho/hubungan-antar
lembaga-lembaga-negara-di-indonesia )
Hubungan-hubungan
diatas merupakan hubungan antara Presiden dengan DPR secara tertulis dalam hal
menjalankan pemerintahan Indonesia. Akan tetapi konflik yang terjadi didalam
anggota DPR yang terbagi menjadi 2 kubu, dimana satu kubu mendukung Jokowi dan
satu kubu lain menentang Jokowi. Ketidakterimaan kubu KMP dalam kalahnya dalam
persaingan Pemilu Presiden menyebabkan penentangan ini.
Konflik
ini telah membuat terhambatnya pemerintahan Indonesia. Fungsi-fungsi DPR tidak
berjalan sebagaimana mestinya, seperti fungsi pengawasan terhadap pemerintahan.
Hal ini mungkin menguntungkan Jokowi karena longgarnya pengawasan terhadapnya.
Akan tetapi juga menyulitkannya dalam menjalankan roda pemerintahan apabila
parlemen tidak bekerja dengan optimal.
Melihat
situasi ini dapat dilihat bahwa hubungan antara Presiden dengan DPR tidaklah
cukup baik. Sebagai pejabat tinggi negara yang menjalankan pemerintahan mereka
tidak memikirkan akibat dari buruknya relasi mereka. Buruknya hubungan ini akan
membuat pemerintahan Indonesia menjadi lemah.
Menurut
UUD dan UU yang tertulis tersebut banyak sekali pekerjaan dari kedua lembaga
yang berhubungan, bahkan dari DPR pun yang menurut fungsinya adalah mengawasi
pemerintahan, yaitu juga bertugas mengawasi Presiden. Selain itu kerja sama
mereka dalam memutuskan segala urusan pemerintahan, merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap dampaknya bagi masa depan bangsa Indonesia. Kerja sama
mereka harus didasarkan pada profesionalitas kerja dan mengabaikan kepentingan
mereka masing-masing demi kepentingan umum. Jika konflik ini terus berlanjut
akan berdampak pada hasil dari keputusan mereka.
Hal
ini aneh jika konflik terus berlanjut hingga berakhirnya pemerintahan Jokowi,
karena mereka hanya koalisi yang pada akhirnya juga akan mementingkan
kepentingan partainya masing-masing. Untuk memperbaiki hubungan ini sangat
penting adalah kesadaran dari para anggota DPR yang mempersulit jalannya roda
birokrasi. Mereka merupakan sitem pemerintahan yang saling berhubungan dn
berkaitan satu sama lain, dan tidak bisa terlepas untuk berdiri sendiri
mengurus jalannya pemerintahan. Bohong jika mereka menganggap konflik ini
sebagai wujud perjuangan membela aspirasi rakyat.
Akan
tetapi pada akhirnya konflik ini mulai mereda dan mencair dengan mulai
bergabungnya partai-partai dari kubu KMP ke kubu KIH. Hal ini akan memperbaiki
hubungan kerja sama antara DPR dan Presiden dalam melaksanakan roda
pemerintahan dan juga kinerja birokrasi. Tujuan dari hubungan antar lembaga ini
bukanlah untuk saling menguntungkan satu sama lain, hubungan ini berfungsi
untuk kepentingan umum, kebaikan dan kemajuan masa depan bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, dalam menjalin hubungan antar lembaga pemerintah harus
memprioritaskan kepentingan umum atau rakyat dengan profesionalitas kerja.
BAB 3. KESIMPULAN
Konflik
antar lembaga pemerintahan Indonesia merupakan hal yang biasa terjadi karena
perbedaannya kepentingan dari masing-masing lembaga. Tetapi dalam kasus ini
konflik antar lembaga menjadikan dan disebabkan karena ketidak harmonisan dalam
salah satu lembaga itu sendiri.
Lembaga pemerintahan merupakan
sebuah badan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan pemerintahan dan
melayani kebutuhan rakyat. Jika hubungan antar lembaga kurang baik akan
mengakibatkan buruknya kinerja birokrasi itu. Pentingnya profesinalitas kerja
dengan mementingkan kepentingan umum dan tidak memikirkan kepentingan sendiri
atau masing-masing lembaga.
Lembaga DPR dan Presiden merupakan
lembaga tinggi negara yang sangat penting dalam birokrasi pemerintahan di
Indonesia yang masih tergolong negara berkembang ini. Keegoisan dari
masing-masing individu dalam lembaga tidak akan membuat hasil dari kerja sama
mencapai titik yang maksimal dan memuaskan. Oleh karena itu, penting sekali
mengabaikan kepentingan pribadi dan mementingkan kepentingan umum, demi
kebaikan dan kemajuan bangsa Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar