Jumat, 10 Juni 2016

Pengertian Birokrasi Pemerintahan serta Kekuasaan di Indonesia (Mifthah Thoha) (resume)

logo-unej.jpg


PENGERTIAN BIROKRASI PEMERINTAHAN
SERTA KEKUASAAN DI INDONESIA
(Mifthah Thoha)


RESUME

Oleh:


Nadia Septiana Putri
NIM 140910201047






PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2015
PENGERTIAN BIROKRASI PEMERINTAHAN
SERTA KEKUASAAN DI INDONESIA
(Mifthah Thoha)

BIROKRASI


A. ASAL KATA BIROKRASI
Secara bahasa, istilah birokrasi berasal dari bahasa Prancis “bureau” yang berart kantor atau juga meja tulis; dan dari bahasa Yunani “cratein” yang berarti mengatur. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector , public serviceatau public administration.
Birokrasi adalah tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administrative dengan cara mengkoordinasi secara sistematis, teratur pekerjaan dari banyak anggoota organisasi.
Sementara itu, definisi birokrasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang telah direvisi dari definisi sebelumnya, adalah :
1.        Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat.
2.        Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Berdasarkan dari definisi tersebut, pegawai birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed)dan bukan dipilih (elected).


B. KONSEP BIROKRASI
Pelaksanaan birokrasi setip negara berbeda-beda tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap negara . dengan begitu birokrasi di negara maju dan negara berkembang dapat terlihat dari penyediaan pelayanan public oleh pemerintah kepada masyarakatnya seperti pengadaan barang dan jasa terutama dalam bidang transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi, dan penyediaan pendidikan gratis.


Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi logis dan tugas utama negara (pemerinthan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Hegara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya (public goods and services) baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan dalam keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara membangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi.
Dari pemahaman tersebut, maka jelaslah bahwa birokrasi adalah suatu usaha mengorganisir berbagai pekerjaan agar terselenggara dengan teratur. Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan banyak personil (birokrat), tetapi juga terdiri dari berbagai peraturan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tersebut terlaksana secara efisien, efektif, dan ekonomis.
Birokrasi bagi sebagian orang dimaknai sebagai prosedur yang berbelit-belit, menyulitkan dan menjengkelkan. Namun sebagian yang lain birokrasi dipahami dari perspektif yang positif, yakni sebagai upaya untuk mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat agar lebih tertib. Ketertiban yang dimaksud adalah ketertiban dalam hal mengelola berbagai sumber daya yang mendistribusikan sumber daya tersebut kepada setiap anggota masyarakat secara berlebihan.


C. CIRI-CIRI BIROKRASI
Sebagaimana dapat dilihat di banyak buku mengenai birokrasi bahwa cirri pokok dari struktur birokrasi seperti yang diuraikan oleh Max Weber sebagai berikut :
1.        Jabatan administrativf yang terorganisir / tersusun secara hierarkis.
2.        Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri.
3.        Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukkan dengan ijazah atau ujian.
4.        Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya.
5.        Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri.
6.        Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri.
7.        Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan.
8.        Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata.


Secara hisoris, istilah birokrasi pertama kali dikemukakan oleh seorang physiokrat Prancis yaitu Vincent de Goumay (dalam Albrow, 2005:1). Dimana, Albrow (2005:4) mencatat bahwa “Honore de Balzac”  adalah tokoh yang sangat berperan besar dalam mensyarahtkan istilah birokrasi melalui novelnya dengan judul Les Employess (1936). Dalam perkembangan selanjutnya, kajian terhadap konsep birokrasi semakin menarik perhatian para ahli, salah satu tokohnya adalah Weber, yang merupakan salah seorang pelopor teori birokrasi modern. Weber mwngilustrasikan birokrasi sebagai suatu institusi yang tidak berdiri sendiri tetapi selalu terkait dengan legitimasi dan otoritas. Dengan konsep “Ideal type of organization” Weber melukiskan birokrasi sebagai badan administrasi pejabat yang diangkat. Karena itu cirri-ciri birokrasi menurut Weber (dalam Widodo, 2005:12) sebagai berikut :
a.         Adanya pembagian pekerjaan, hubungan kewenangan dan tanggung jawab yang didefinisikan dengan jelas;
b.        Kantor diorganisasikan secara hierarki atau adanya rangkaian komando;
c.         Pejabat manajerial dipilih dengan kualifikasi teknis yang ditentukan dengan pendidikan dan ujian;
d.        Peraturan dan pengaturan mengarah pada pelaksanaan pekerjaan;
e.         Hubungan antara manajer dengan karyawan berbentuk impersonal;
f.         Pegawai yang berorientasi pada karier mendapatkan gaji yang tepat.

Pengertian Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional
1.        Jabatan Struktural
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah  (eselon IV / b) hingga yang tertinggi (eselon I / a). contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.
2.        Jabatan Fungsional
Jabatan Fungsional adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor ( Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata computer, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.

NEGARA (STATE) DAN PEMERINTAHAN


A. NEGARA (STATE)
Negara adalah intitusi yang memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk mengatur masyarakat dimana di dalamnya juga terdiri dari bagian-bagian kecil yang menjadi obyek “yang diperintah”.
Pendalaman mengenai negara ini penting untuk dijelaskan dalam hubungannya dengan birokrasi disebabkan dua alasan Pertama, semua birokrasi dalam pengertian public erat hubungannya dengan Negara, karena keberadaan dan arah birokrasi diasumsikan selalu mengikuti arah kebijakan dan arah politik Negara. Kedua,  Negara adalah rumah utama dari birokrasi dalam ranah public. Begitu Negara berdiri secara legal formal, maka birokrasi baru bekerja sesudah kehadirannya. Dalam Ilmu Negara dikenal bahwa birokrasi bekerja untuk Negara. Birokrasi adalah alat Negara dan Pemerintahan dalam berbagai manajemen pemerintahan.


B. PENGERTIAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAHAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diperoleh penjelasan tentang kata perintah, memerintah, pemerintah, dan pemerintahan. Pemerintah adalah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan atau sistem menjalankan perintah, yang memerintah. Sedangkan Pemerintahan adalah proses, cara, tindakan/perbuatan memerintah. Dalam kamus tersebut tidak ada kata Pemerintahan. Apa yang dimaksud dengan pemerintahan ? Ada yang berpendapat bahwa: pemerintahan adalah seluruh aktivitas atau kegiatan pemerintah saja.


C. ORGANISASI PEMERINTAHAN
Organisasi pemerintahan adalah sejumlah lembaga Negara yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara, berupa organisasi/lembaga kenegaraan. Semua organisasi/lembaga negara tersebut dibentuk untuk mewakili upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu seluruh organisasi/lembaga negara tersebut diberikan tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan Negara, yang mencakup kekuasaan legislative, eksekutif, yudikatif, dan auditif. Dalam menyelenggarakan kekuasaan tersebut masing-masing mempunyai susunan organisasi dan saling berhubungan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa sesuai dengan nilai-nilai dasar, kedudukan, peranan/fungsi, kewenangan, dan tanggung jawab masing-masing.


BIROKRASI PEMERINTAHAN
A. MEMAHAMI BIROKRASI PEMERINTAHAN
Birokrasi pemerintah merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pemberian pelayanan  umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah harus bersikap netral baik dari sisi politik yaitu bukan merupakan kekuasaan politik maupun dari sisi administrative. Birokrasi pemerintahan diharapkan tidak akan memihak kepada kelompok tertentu dengan tujuan agar pelayanan umum yang dilakukan oleh pemerintah bisa diberikan  pada seluruh masyarakat, tanpa membedakan aliran atau partai politik yang diikuti oleh anggota masyarakat tersebut.
Birokrasi pemerintahan seringkali diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat, yaitu suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah pejabat. Di dalamnya terdapat yuridiksi, yaitu setiap pejabat memiliki official duties, mereka bekerja pada tatanan hierarki dengan kompetensinya masing-masing, pola kompilasinya didasarkan pada dokumen tertulis.


B. BIROKRASI DAN TIGA MACAM OTORITAS
Bagi Weber, staf administrasi birokratis, sebagai birokrasi dalam bentuknya yang paling rasional, terlebih dahulu mempersyaratkan legitimasi dan otoritas, serta memiliki cirri-ciri tertentu. Pertama-tama ialah bahwa terdapat spesialisasi dan pembagian kerja.
Sesuai dengan teorinya bahwa keyakinan dalam legitimasi adalah dasar bagi hampir semua sistem otoritas, Weber mengemukakan otoritas yang sah menjadi bergantung. Bentuk ringkasnya adalah sebagai berikut:
1.        Bahwa penegakan peraturan yang sah dapat menuntut kepatuhan dari para anggota organisasi.
2.        Bahwa hukum adalah suatu sistem aturan abstrak yang mengurus kepentingan-kepentingan organisasi yang ada dalam batas-batas hukum. Bahwa manusia yang menjalankan otoritas  juga mematuhi tatanan impersonal tersebut.
3.        Bahwa hanya qua member (anggota yang taat) yang benar-benar mematuhi hukum. Bahwa kepatuhan seharusnya tidak ditujukan kepada individu (person) yang memegang otoritas, melainkan kepada tatanan impersonal yang menjaminnya untuk menduduki jabatan itu.


Ada tiga tipe otoritas. (1) Otoritas Kharismatik; (2) Otoritas Tradisional; (3) Otoritas Legal. Adapun penjelasan dari tiga tipe tersebut adalah :
1.        Otoritas Kharismatik
Dalam tipe ini, orang-orang bersedia untuk mentaati atau mematuhi sebuah kepemimpinan tertentu atas dasar keyakinan mereka akan charisma atau wibawa yang dimiliki oleh sang pemimpin. Karena kharisma atau wibawa itu diyakini bersumber dari kekuatan yang sacral, maka tidak sembarang orang yang bisa mendapatkannya.
Maka, tipe otoritas yang demikian berfiungsi ideal pada situasi dimana kehidupan yang melingkupi sebuah masyarakat masih begitu sederhana dan problem yang muncul bisa diselesaikan dengan cara-cara yang sederhana pula. Dengan kesederhanaan situasi dan problem itu, maka sosok pemimpin akan bisa menjalankan fungsinya sebagai yang maha tahu. Sang pemimpin-lah yang bertugas memberikan jawaban atas banyak persoaalan yang dialami oleh mereka yang dipimpin.


2.        Otoritas Tradisional
Ototritas Taradisional yaitu ketaatan dan kepatuhan yang didasarkan pada adat kebiasaan yang telah dijalankan untuk maha bisa memberikan raha dan jawaban bagi persoalan yang dialami oleh mereka yang dipimpin. Dalam tipe kedua ini, sang pemimpin tak harus menjadi mahatahu karena telah ada adat tradisi yang menjadi landasan bagi arah gerak aktivitas yang harus dijalankan.
Seperti halnya tipe otoritas yang pertama, tipe otoritas ini juga hanya akan berfungsi dengan baik dalam situasi dimana cara-cara tradisional bisa menjawab problem yang muncul.


3.        Otoritas Lgal
Pada tipe otoritas yang ketiga ini, kepatuhan dan kesediaan lebih didasarkan pada aturan-aturan yang disusun berdasarkan pada prinsip-prinsip dan cara-cara rasional. Di sini, bukan karisma pemimpin atau adat kebiasaan yang menjadi dasar ketaatan, namun hukum yang dibentuk secara tertulis dan berdasarkan pertimbangan rasional.
Keunggulan birokrasi ini ialah dalam hal kemampuannya untuk menghasilkan sekian banyak jasa layanan secara lebih cepat dan efisien ketimbang dengan menggunakan tipe-tipe pengorganisasian yang lain. Di sini birokrasi menjadi bernilai penting karena kemampuannya untuk mengorganisir sekian banyak pekerjaan orang sehingga bisa dihasilkan semakin banyak jasa layanan politik secara lebih cepat dan efisien.

GAMBARAN UMUM KONDISI BIROKRASI DI INDONESIA


A. BIROKRASI INDONESIA SECARA UMUM
Di negara-negara berkembang, tipe birokrasi yang diidealkan oleh Max Weber Nampak belum dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Sebagai salah satu Negara yang berkembang Indonesia tidek terlepas dari realita diatas. Meski sudah mengenal birokrasi yang modern, namun jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menereapkan sejenis “birokrasi kerajaan” yang feudal aristokratik. Sehingga dalam upaya penerapan birokrasi modern, yang terjadi hanyalah bentuk luarnya saja, belum tata nilainya. Sebagaimana yang diterapkan di Indonesia lebih mendekati pengertan Weber  mengenai “dominasi patrimonial”, dimana jabatan dan perilaku didalam hierarki lebih didasarkan pada hubungan pribadi.
Cirri-ciri dominasi patrimonial ala Weber yang hampir secara keseluruhan terjadi di Indonesia antara lain:
1)        Pejabat-pejabat disaring atas kinerja pribadi.
2)        Jabatan dipandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaan.
3)        Pejabat-pejabat mengontrol, baik fungsi politik ataupun administrative.
4)        Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik.


B. PENAMPILAN BIROKRASI PEMERINTAHAN INDONESIA
Tidak mudah mengidentifikasi penampilan birokrasi Indonesia. namun perlu dikemukakan lagi, bahwa organisasi pada prinsipnya berintikan rasionalitas dengan kriteria-kriteria umum, seperti efektivitas, efisiensi, dan pelayanan yang sama kepada masyarakat. Ada beberapa aspek pada penampilan brokrasi di Indonesia, anatara lain:
1.        Sentralisasi yang cukup kuat.
2.        Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
3.        Pendelegasian wewenang yang kabur.
4.        Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisa jabatan.
Hal-hal lain yang cukup menarik dan dapat dijumpai dalam penampilan birokrasi pemerintah Indonesia adanya upacara-upacara yang bersifat formalitas dan hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan yang bersifat pribadi sangat mendapat tempat dalam budaya birokrasi di Indonesia, karena dengan adanya hubungan pribadi dengan para key person banyak persoalan yang sulit menjadi mudah atau sebaliknya. Dapat dikaitkan bahwa birokrasi di negara kita belum baik dan masih banyak yang perlu diperbaiki.


C. KELEMAHAN BIROKRASI DI INDONESIA
Susanto (2004) menyatakan tiap kali mendengar kata “birokrasi”, kita langsung terpikir mengenai berbagai urusan procedural penyelesaian yang berkaitan dengan pemerintahan. Birokrasi dipandang sebagai sebuah sistem dan alat manajemen pemerintahan yang amat buruk.
Dengan potret birokrasi yang jauh dari apa yang diciptakan Weber dengan birokrasi rasionalnya, tak heran jika yang terjadi adalah sejumlah penyakit birokratis. Birokrasi tidak lagi dapat diandalkan untuk menangani masalah-masalah bangsa, melainkan justru menjadi bagian dari masalah yang dihadapi oleh bangsa itu sendiri. Birokrasi yang muncul adalah birokrasi yang lemah dan tidak stabil serta belum menemukan pola kerja yang baik. Perubahan pimpinan negara bahkan seorang kepala unit kerja dapat merubah birokrasi kea rah yang lebih buruk, atau dengan kata lain ganti pimpinan ganti gaya administrasi.
Kondisi tersebut tidak saja terjadi pada aparatur pemerintah tingkat pusat tetapi juga di daerah-daerah. Berbagai kebijaksanaan yang dikeluarkan sering mengindikasikan keadaan tersebut. Misalnya, kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah serta proses tender proyek disusun untuk menguntungkan kelompok tertentu baik yang ada dalam birokrasi pemerintahan maupun yang di luar tetapi punya kaitan erat dengan para pejabat birokrasi pemerintahan.


REFORMASI BIROKRASI


A. REFORMASI BIROKRASI
Reformasi birokrasi merupakan upaya penataan mendasar yang diharapkan dapat berdampak pada perubahan sistem dan struktur. Sistem berkaitan dengan hubungan antar unsur dan elemen yang paling mempengaruhi dan berkaitan membentuk suatu totalitas. Perubahan pada suatu elemen kiranya dapat mempengaruhi unsure lain dalam sistem itu sendiri. Struktur berhubungan dengan tatanan yang tersusun secara sistematis. Sedangkan perubahan struktur mencakup mekanisme dan prosedur, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, organisasi dan lingkungannya dalam kerangka pencapaian tujuan efisiensi penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Perubahan tersebut meliputi keseluruhan aspek yang memungkinkan birokrasi memiliki kemampuan yang memadai dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya. Kegagalan birokrasi dalam melayani masyarakat selama ini sekaligus menggambarkan buruknya penyelenggaraan pemerintahan baik di level pemerintahan pusat maupun daerah.
Urgensi reformasi birokrasi di Indonesia setidaknya di dorong oleh sejumlah catatan penting: (1) Meningkatnya belanja aparatur disebabkan oleh bertambahnya rekrutmen pegawai tanpa pengendalian yang jelas, disamping besarnya struktur organisasi pemerintahan; (2) Membengkaknya ongkos demokrasi (pemilukada) mengakibatkan beban kas pemerintah daerah khususnya mengalami peningkatan signifikan. Ironisnya, perhelatan tersebut tak jelas melahirkan kepemimpinan pemerintahan yang handal; (3) Tingginya gairah penggemukan organisasi birokrasi pemerintahan tanpa perencanaan dan analisis yang jelas memicu pembiayaan dan rekrutmen pegawai dalam jumlah tak sedikit. Akibatnya, birokrasi di daerah mengalami overload, atau bahkan kekurangan, khususnya daerah di luar pulau Jawa; (4) Meluasnya perilaku koruptif mendorong birokrasi kehilangan kepercayaan sebagai pelayan masyarakat; (5) Lemahnya pengawasan mengakibatkan pemerintah cenderung bertindak konsumtif, boros, sewenang-wenang dan tidak transparan.
Upaya reformasi brokrasi merupakan bagian dari grand desain penciptaan tata pemerintahan yang baik (good governance). Konsep ini diharapkan mampu menjembatani suatu kondisi pemerintahan yang buruk kea rah terbentuknya pemerintahan yang baik. Tentu saja birokrasi pemerintahan sebagai pelaksana menjadi fokus utama yang mesti diperbaiki melalui kebijakan reformasi birokrasi.


B. BIROKRASI DI ERA REFORMASI
Dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan, reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk di realisasikan. Terlebih lagi, birokrasi pemerintahan Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat besar tehadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan.
Salah satu tugas birokrat adalah membentuk suatu kebijakan publik yang dapat diterima oleh semua golongan masyarakat. Setiap kebijakan yang dibuat tentu harus memperhatikan apakah kebijakan tersebut nantinya dapat diterapkan dalam masyarakat, sehingga setiap kebijakan yang ada tidak akan sia-sia belaka.
Oleh sebab itu, sorang birkrat haruslah orang yang independen dan dapat menampung setiap aspirasi masyarakat. Namun, dalam realitanya ternyata banyak aspek yang dapat mempengaruhi para birokrat dalam membentuk suatu kebijakan, sehingga kebiijakan yang dibuat sebenarnya hanyalah kepentingan dari beberapa golongan saja, dengan berkedok untuk kepentingan masyarakat luas. Aspek-aspek yang mempengaruhi pembentukan kebijakan dari para birokrat adalah sebagai berikut:
1.        Adanya pengaruh tekanan luar;
2.        Adanya pengaruh kebijaksanaan lama;
3.        Adanya pengarh sifat-sifat pribadi;
4.        Adanya pengaruh dari kelompok luar;
5.        Adanya pengaruh keadaan masa lalu.


C. TUJUAN REFORMASI BIROKRASI
Tujuan reformasi birokrasi adalah membangun kepercayaan masyarakat (public trust building) dan menghilangkan citra negatif birokrasi pemerintahan. Manajemen pemerintahan adalah manajemen kepercayaan. Sulit bagi pemerintah melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan tanpa adanya kepercayaan masyarakat. Citra negatif birokrasi adalah lamban, berbelit-belit, suka pungli, menunda-nunda pekerjaan, bahkan minta dilayani, bukannya melayani masyarakat.


C. VISI REFORMASI BIROKRASI
Visi reformasi birokrasi adalah terwujudnya aparatur negara yang professional dan kepemerintahan yang baik. Tolok ukur kepemerintahan yang baik menurut UNDP adalah pelayanan public yang efisien, peradilan yang handal dan aparatur pemerintah bertanggung jawab kepada publiknya. Menurut Efendi (2005), Good Governance tak lain dari pelayanan public yang prima dan bebas dari praktik korupsi,kolusi,dan nepotisme.


D. MISI REFORMASI BIROKRASI
Misi reformasi birokrasi adalah mengubah pola/ alam pikiran, pola budaya, dan sistem tata kelola pemerintaha. Perubahan pola pikir pegawai negeri dari bermental kacung menjadi bermental batur (pelayan) yang mampu menyenangkan majikannya (rakyat sebagai pemilik kedaulatan). Dari pola budaya santai, malas-malasan dan tidak disiplin menjadi pola budaya kerja keras, bersemangat dan berdisiplin. Dari sistem tatakelola pemerintahan yang birokratik ke sistem pemerintahan yang bercorak bisnis/wirausaha. Secara ringkas misi reformasi birokrasi adalah membangun aparatur negara agara mampu mengemban tugas dan tanggung jawab melakasanakan urusan pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan behasilguna.
Kebijakan reformasi birokrasi yang telah dan akan dijalankan pemerintah Indonesia selama ini perlu lebih diarahkan pada upaya-upaya pembentukan profil birokrasi yang efisien, mampu, tanggap dan dinamis terhadap tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada birokrasi itu sendiri, baik yang berasal dari lingkup nasional, regional dan internasional yang berjalan ke arah good governance. Sasaran reformasi birokrasi adalah mewujudkan/membentuk:
1.        Birokrasi yang bersih;
2.        Birokrasi yang efektif dan efisien;
3.        Birokrasi yang produktif;
4.        Birokrasi yang transparan;
5.        Birokrasi yang terdesentralisasi.
Berkaitan dengan sasaran reformasi birokrasi, maka reformasi birokrasi perlu dilaksanakan dengan metode sebagai berikut :
1.        Restrukturisasi organisasi lembaga pemrintahan;
2.        Simplifikasi dan otomatisasi;
3.        Rasionalisasi dan realokasi;
4.        Regulasi dan deregulasi;
5.        Peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan pegawai.

Dari uraian-uraian diatas yang telah saya ringkas, kita telah mengerti tentang apa itu Birokrasi dan Birokrasi Pemerintahan dan sedikit memahami bagaimana penerapan Budaya Birokrasi Pemerintahan di Indonesia. Sekarang kita akan lebih memperdalam lagi bagaimana penerapan Birokrasi Pemerintahan di Indonesia…….


BUDAYA BIROKRASI PEMERINTAHAN
Membangun budaya birokrasi pemerintahan idealnya adalah membangun sikap dan perilaku sistem yang kemudian diikuti secara konsisten oleh pelakunya untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik dan amanah. Sayanya selama ini budaya birokrasi kita tidak jelas seperti gatranya. Akhir-akhir ini justru yang senantiasa dapat dilihat setiap saat, terkontaminasi oleh kourpsi dan pelayanan usaha yang kurang memuaskan pemangku kepentingan. Selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru birokrasi dibangun untuk memperkuat kekuasaan penguasa. Birokrasi pemerintahan sangat kuat melibihi kekuasaan rakyat sehingga birokrasi pemerintahan Orde Baru diibaratkan sebagai kerajaan pejabat. Kekuasaan birokrasi yang besar ditambah kemampuan mempergunakan ruang gerak diskresi yang luas diiringi tidak adanya akuntabilitas public maka sistem birokrasi pemerntah ini akan memberikan ranah yang subur berseminya korupsi. Lembaga kontrol rakyat yang dipegang oleh lembaga legislatif selama pelaksanaan sistem birokrasi pemerintah Ordr Baru tidak mampu melaksanakan fungsinya, sehingga birokrasi pemerintah semakin kuat tak tertandingi.
Lembaga birokrasi pemerintah kita ini memang diakui amat besar, dan besar pula perencanaan aktivitas pembangunan yang akan dilakukan semenjak pemerintahan era reformasi. Di kalangan pemerintah pusat muncul lembaga-lembaga birokrasi ad hoc seperti komisi-komisi, dewan, staf khusus, menunjukkan bahwa lembaga formal birokrasi kita dirasakan tidak lagi mampu menjalankan fungsinya secara baik, lalu diimbangi dengan lembaga-lembaga ad hoc tersebut. Kontrol internal yang seharusnya dilakukan oleh Inspektorat Jendral, tidak lagi bergaung efektif. Lembaga pengadilan dan kejaksaan terlindas oleh perbuatan pejabat tercela suap dan korupsi. Lembaga legislative, dewan perwakilan rakyat yang diharapkan mewakili suara rakyat suara Tuhan, semakin santer dan kuat sinyalnya bahwa para anggotanya terlanda suap yang tercela.


SISTEM BUDAYA BIROKRASI PANCASILA
Sistem birokrasi pancasila merupakan suatu sistem birokrasi yang selalu bernafaskan pancasila. Birokrassi yang kita gunakan untuk memperlancarkan jalannya administrasi negara atau swasta kita, nafas, gaya, dan perilakunya ialah nafas, gaya, dan perilaku pancasila. Para birokrat dalam menjalankan tugas-tugasnya yang tidak bisa lepas dari tatanan birokrasi itu selalu meresapi, menghayati, dan melaksanakan sila-sila dalam pancasila secara utuh dan menyeluruh. Mulai dari upaya merumuskan kebijakan atau ketentuan hukum semisalnya, undang-undang, peraturan pemerintah, intruksi presiden sampai pada upaya pelaksanaan, pengendalian, dan perbaikan selalu bernafaskan Pancasila.
Petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari pancasila sebagai yang telah ditetapkan oleh Ketetapan MPR no. II/ MPR/ 1978, kita terapkan didalam birokrasi negara atau swasta kita. Oleh karena birokrasi merupakan suatu sistem, maka pengamalan sila-sila dari Pancasila ke dalam suatu sistem tersebut akan sangat tergantung pada pimpinan dan para pelaksana birokrasi itu.

JABATAN POLITIK DAN JABATAN BIROKRASI
Hadirnya partai politik dalam suatu sistem pemerintahan akan berpengaruh terdapat tatanan birokrasi pemerintah. Susunan birokrasi pemerintah akan terdiri dari jabatan-jabatan yang diisi oleh para birokrat karier, dan ada pula yang diisi oleh para pejabat politik. Kehadiran pejabat politik yang berasal dari kekuatan politik atau partai politik dalam birokrasi pemerintah tidak bisa dihindari. Oleh karena itu penataan birokrasi pemerintah dengan mengakomodasikan hadirnya jabatan-jabatan dan para pejabat politik perlu ditata dengan baik.
Menurut teori liberal bahwa birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandate yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan demikian, maka birokrasi pemerintah itu bukan hanya didominasi oleh para birokrat saja, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik. Demikian sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politikm dari partai politik saja melainkan ada juga birokrasi karier yang professional.


LEMBAGA POLITIK DAN BIROKRASI PEMERINTAH
Organisasi pemerintah di bawah Presiden di negara-negara yang mengkuti sistem demokrasi ada dua macam, yakni departemen yang dipimpin oleh menteri dan non departemen yang dipimpin bukan menteri. Bedanya kedua macam lembaga itu antara lain, organisasi departemen dipimpin oleh pejabat politik yang disebut menteri. Adapun lembaga non departemen dipimpin bukan pejabat politik, melainkan oleh pejabat yang professional dibidangnya, atau pejabat birokras karier. Seharusnya lembaga non departemen tidak boleh dipimpin atau dirangkap oleh menteri. Kedua-duanya mempunyai hubungan vertical langsung kepada presiden.
Di Indonesia ketika jaman pemerintahan Orde Baru diawal-awal pemerintahan reformasi keduanya dikaburkan. Organisasi non departemen dirangkap oleh menteri dan ada pula yang di koordinasikan oleh menteri coordinator, atau menteri negara. Pelantikan kepala non departemen yang dirangkap menteri dilantik oleh presiden sedangkan yang tidak di rangkap oleh menteri dilantik oleh menteri negara atau sesneg.sistem politik saat itu memang yang berkuasa hanya satu partai yakni Golkar. Dengan demikian tidak ada bedanya jabatan politik dan jabatan karier non-politik. Semua disamakan dengan dan yang sama itu ialah pejabat-pejabat Golkar.
Reformasi sekarang ini jamannya dan sistem politiknya telah berubah. Oleh karena itu mestinya jabatan politik dan non politik, dan lembaga departemen dan non departemen tidak sama dengan jamannya pemerintahan Orde Baru dahulu.
Departemen pemerintahan merupakan suatu lembaga yang dipimpin melalui jalur politik yang berasal dari partai politik. Sebab partai politik merupakan pengejawantahan dari demokrasi yang berintikan kekuasaan pada rakyat. Hanya pada departemen inilah partai politik mempunyai jalur untuk mewujudkan kebijakan politiknya dalam memimpin pemerintahan. Akan tetapi kesempatan itu hanya dibatasi pada pimpinan departemen bukan seluruh aparat departemen tersebut seperti dikatakan di muka tidak hanya didominasi oleh birokrat professional saja, tanpa memberikan tempat bagi pejabat politik. Dengan demikian suatu departemen pemerintah komposisinya harus terdiri dari jabatan teknikal yang berbasis pada kompetensi professional dari para birokrat untuk melangsungkan kontinuitas administrasi negara, dan jabatan politik yang memimpin jabatan birokrasi tersebut.


REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA
Gerakan reformasi birokrasi itu belum menghinggapi atmosfir pemerintahan sekarang. Gegap gempitanya gerakan reformasi birokrasi tidak sedahsyat gerakan anti korupsi. Padahal korupsi itu terjadi karena lembaga birokrasinya yang kuat dan kebesaran ini. Reformasi birokrasi pemerintahan tidak mungkin bisa dilakukan tanpa didahului oleh upaya pemerintah melakukan evaluasi atau penelitian terhadap lembaga pemerintahannya. Saying sensitivitas politik sangat tinggi sehingga cenderung bisa mengganggu stabilitas jabatan presiden untuk lima tahun.
Desentralisasi dan otonomi berarti pemerintah lebih banyak memberikan kepercayaan dan pemberdayaan kepada daerah agar mampu berpemerintahan dan berotonomi mengatasi persoalan-persoalan daerahnya. Campur tangan dan intervensi pemerintah pusat seharusnya tidak segencar di jaman pemerintahan Orde Baru. Evaluasi peraturan daerah tidak hanya mempertimbangkan keinginan pemerintah pusat saja, akan tetapi juga mengutamakan aspirasi rakyat daerah.
Sistem politik yang berubah dari jaman pemerintahan Orde Baru menyadarkan kita bahwa semakin banyaknya partai politik maka semakin banyak keinginan partai politik memerintah birokrasi pemerintah. Orang-orang parpol akan menjadi pimpinan lembaga birokrasi pemerintah. Oleh karena itu perlu diatur sistem hubungan kerja antara jabatan politik, jabatan Negara dan jabatan birokrasi karier pemerintah. Sampai sekarang ini hubungan dari ketiga jabatan tersebut belum ada tanda-tanda diatur. Adapun yang sekarang berlaku adalah cara-cara pemerintahan pak Harto yang diteruskan oleh pemerintahan di jaman reformasi dari tahun 1998.


DEMOKRATISASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pemerintah Daerah di era reformasi yang dimulai tahun 1999 yang lalu dengan diberlakukan UU no 22 tahun 1999 telah membuahkan jenis pemerintahan yang berlainan dengan semasa Pemerintahan Orde Baru yang melaksanakan UU no 5 tahun 1974. Undang-Undang no 22 tahun 1999 merupakan tonggak dilaksanakannya reformasi terhadap pelaksanaan pemerintahan di daerah yang demokratis. Undang-Undang no 22 tahun 1999 ini masih berada pada kerangka dasar hukum melaksanakan pasal 18 UUD 45 yang bunyinya antara lain :”pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang….” Ketika undang-undang ini dibuat dan dilaksanakan UUD 45 belum diamandemen, sama dengan UU no 5/1974 juga melaksanakan pasal 18 UUD 45.


Pengalaman pemerintahan sebelumnya senantiasa mempraktikan cara-cara yang berlawanan dengan prinsip demokrasi, misalnya peranan masyarakat/ rakyat dirasakan sangat terbatas dalam proses pembentukan kebijakan publik. Adanya rasa takut berbeda pendapat, dan adanya rasa takut memasuki serikat politik. Peranan pemerintah pusat sangat besar dan desentralisasi tidak berjalan sesuai dengan cita-cita pemerintahan yang demokratis.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar